عن عبد الله بن الزبير قال : “كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا قعد في الصلاة جعل قدمه اليسرى بين فخذه وساقه وفرش قدمه اليمنى ووضع يده اليسرى على ركبته اليسرى ووضع يده اليمنى على فخذه اليمنى وأشار بإصبعه”
Dari Abdullah bin Zubair, ia berkata, “Rasulullah saw., apabila duduk dalam shalat, beliau menjadikan telapak kaki kirinya diantara paha dan betisnya dan menghamparkan telapak kaki kanannya dan meletakkan tangan kirinya diatas lututnya yang kiri dan meletakkan tangan kanannya diatas lutut kanannya, dan berisyarat dengan jarinya (telunjuk).” [HR. Muslim no. 579; Abu Daud no. 734; an-Nasa’i no. 1270]. Hadits ini shahih.
حدثنا معاوية بن عمرو ثنا زائدة بن قدامة ثنا عاصم بن كليب أخبرني أبي ان وائل بن حجر أخبره قال : قلت لأنظرن إلى صلاة رسول الله صلى الله عليه و سلم كيف يصلي … ثم قعد فافترش رجله اليسرى ووضع كفه اليسرى على فخذه وركبته اليسرى وجعل مرفقه الأيمن على فخذه اليمنى ثم قبض ثنتين فحلق حلقه ثم رفع أصبعه فرأيته يحركها يدعو بها
Telah mengabarkan Mu’awiyah bin Umar, dari Zaidah bin Qudamah, dari ‘Ashim bin Kulaib telah mengabarkan ayahnya, Bahwa Wail bin Hujrin berkata, “Aku katakan sesungguhnya aku memperhatikan shalatnya Rasulullah saw., bagaimana beliau melakukan shalat… kemudian beliau duduk iftirasy dan meletakkan tangan kirinya diatas paha dan lutut kirinya dan menjadikan siku kanannya diatas paha kanannya kemudian beliau menggenggam jari-jemarinya dan membuat lingkaran (dengan ibu jari dan jari tengah) kemudian mengangkat telunjukknya dan aku melihat beliau menggerak-gerakkannya dan berdoa dengannya.” [HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya (5/170); Ahmad dalam Musnadnya (4/318); Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya (3/165)]
Syeikh Muqbil bin Hadi al-Wad’iy, dalam salah satu risalahnya, telah mengupas panjang lebar tentang ke-syadz-an atau keganjilan hadits menggerak-gerakkan telunjuk yang diriwayatkan oleh Zaidah bin Qudamah, dinilai menyelisihi periwayatan 22 orang perawi yang meriwayatkan hadits serupa dari jalur ‘Ashim bin Kulaib dan mereka tidak menyebutkan kalimat “menggerak-gerakkan telunjuk”. Sementara itu, Syeikh Ahmad al-Ghumari dalam kitab Takhrij Hadits Bidayatul Mujtahid (hal. 137-140) menyebutkan 6 orang perawi yang meriwayatkan hadits dari ‘Ashim bin Kulaib tanpa ada tambahan kalimat “menggerak-gerakkan telunjuk”. Sehingga Syeikh Muqbil dan Syeikh Ahmad al-Ghumari menilai bahwa hadits menggerak-gerakkan telunjuk ini adalah Syadz (ganjil) karena hanya Zaidah bin Qudamah yang meriwayatkan hadits tersebut dengan tambahan “menggerak-gerakkan telunjuk”. Inilah alasan bagi para pengikut Syeikh Muqbil bin Hadi al-Wad’iy untuk tidak menggerak-gerakkan telunjuknya ketika tasyahud, di samping alasan bahwa isyarat yang disebutkan dalam hadits pertama diatas adalah isyarat tanpa gerakan.
Kemudian, dalam hadits Muslim diriwayatkan:
وحدثنا عبدالله بن حميد. حدثنا يونس بن محمد. حدثنا حماد بن سلمة عن أيوب، عن نافع، عن ابن عمر؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم، كان إذا قعد في التشهد وضع يده اليسرى على ركبتيه اليسرى. ووضع يده اليمنى على ركبته اليمنى. وعقد ثلاثة وخمسين. وأشار بالسبابة.
Dan telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Humaid, telah menceritakan kepada kami Yunus bin Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hamad bin Salamah dari Ayub dari Nafi, dari Ibnu ‘Umar bahwa Rasulullah saw ketika duduk tasyahud meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya dan meletakkan tangan kanannya di atas lutuk kanannya dan membuat ikatan jari 53 dan berisyarat dengan jari telunjuknya. (HR. Muslim No. (580)-116)
Dalam hadits Muslim no. (580)-114 disebutkan sifat isyarat tsb adalah رفع إصبعه اليمنى (mengangkat jari telunjuk yang kanan)
وحدثني محمد بن رافع وعبد بن حميد ( قال عبد أخبرنا وقال ابن رافع حدثنا عبدالرزاق ) أخبرنا معمر بن عبيدالله بن عمر عن نافع عن ابن عمر أن النبي صلى الله عليه و سلم كان إذا جلس في الصلاة وضع يديه على ركبتيه ورفع إصبعه اليمنى التي تلي الإبهام فدعا بها ويده اليسرى على ركبته اليسرى باسطها عليه
Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi’ dan ‘Abdu bin Humaid (‘Abdu berkata “telah mengabarkan kepada kami” dan Ibnu Rafi’ berkata “telah menceritakan kepada kami” ‘Abdurrazaq), telah mengabarkan kepada kami Ma’mar bin ‘Ubaidillah bin ‘Umar dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar bahwa Nabi saw ketika duduk dalam shalat, beliau meletakkan tangannya di atas lututnya dan mengangkat jari telunjuknya yang berada di sebelah ibu jarinya kemudian berdo’a dengannya dan tangannya yang kiri berada di atas lututnya yang kiri dengan mengembang. (HR. Muslim No. (580)-114)
“Sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam beliau berisyarat dengan telunjuknya bila beliau berdoa dan beliau tidak mengerak-gerakkannya”. [Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya no.989, An-Nasai dalam Al-Mujtaba 3/37 no.127, Ath-Thobarany dalam kitab Ad-Du’a no.638, Al-Baghawy dalam Syarh As-Sunnah 3/177-178 no.676. Semuanya meriwayatkan dari jalan Hajjaj bin Muhammad dari Ibnu Juraij dari Muhammad bin ‘Ajlan dari ‘Amir bin ‘Abdillah bin Zubair dari ayahnya ‘Abdullah bin Zubair… kemudian beliau menyebutkan hadits ini.]
Hajjaj bin Muhammad, beliau rawi tsiqoh (terpercaya) yang tsabit (kuat) akan tetapi mukhtalit (bercampur) hafalannya diakhir umurnya, akan tetapi hal tersebut tidak membahayakan riwayatnya karena tidak ada yang mengambil hadits dari beliau setelah hafalan beliau bercampur. Baca : Al-Kawa kib An-Nayyirot, Tarikh Baghdad dan lain-lainnya.
Ibnu Juraij, nama beliau ‘Abdul Malik bin ‘Abdil ‘Aziz bin Juraij Al-Makky seorang rawi tsiqoh tapi mudallis akan tetapi riwayatnya disini tidak berbahaya karena beliau sudah memakai kata A khbarani (memberitakan kepadaku). Muhammad bin ‘Ajlan, seorang rawi shoduq (jujur). ‘Amir bin ‘Abdillah bin Zubair, kata Al-Hafidz dalam Taqrib beliau adalah tsiqoh ‘abid (terpercaya, ahli ibadah). ‘Abdullah bin Zubair, seorang shahabat.
Jadi, Nabi memberi isyarat dengan mengangkat telunjuk, dan bukan dengan menggerak-gerakkannya. Kata menggerak-gerakkan sendiri adalah kata yang perlu penjelasan. Apakah ia ke atas dan ke bawah, ke kanan dan ke kiri, ataukah berputar-putar.
Hadits “menggerak-gerakkan” itu mengandung syadz, yang dalam pandangan Syaikh Moqbel dapat melemahkan hadits tersebut. Sedangkan hadits mengangkat telunjuk itu shahih. Maka mengangkat telunjuk dan tidak menggerak-gerakkannya adalah kuat.
Sesungguhnya di dalam sholat adalah suatu kesibukan. [HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas'ud]
Sholat bukanlah ibadah biasa. Ia merupakan ibadah maghdhoh yang tauqify. Maka tidak semestinya menambahi pekerjaan di dalamnya kecuali dengan dalil yang kuat. Berisyarat dengan jari telunjuk itu asalnya tidak digerak-gerakkan sampai ada dalil yang menyatakan bahwa jari telunjuk itu diisyaratkan dengan digerak-gerakkan dan telah disimpulkan bahwa berisyarat dengan menggerak-gerakkan jari telunjuk adalah hadits lemah. Maka yang wajib dalam berisyarat itu adalah dengan tidak digerak-gerakkan. Wallahu a’lam
0 komentar:
Posting Komentar