This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 07 Juni 2011

HUKUM MENGKAFIRKAN SESAMA ISLAM!

I. Asal Mula Takfir
Definisi takfir, yaitu memvonnis atau mensifati seseorang dengan kekafiran, atau mensifatinya dengan hukum kafir, baik dengan alasan yang benar ataupun tidak. Karena itu, takfir merupakan hukum syari'at yang merupakan wewenang Allah dan Rasul-Nya, kita tidak boleh menolaknya.Tetapi masalah utamanya terletak pada sikap ekstrim dalam takfir (mengkafirkan), Karena itu, ada orang yang boleh dikafirkan, ada juga yang tidak boleh dikafirkan.

Ada banyak sebab mengapa terjadi fitnah tentang masalah takfir, beberapa diantaranya yaitu :

[1]. Semangat keagamaan yang ada pada para pemuda, namun tidak diimbangi pemahaman terhadap syari’at.

[2]. Semangat buta ini dimanfaatkan oleh orang-orang/kelompok yang mengatasnamakan agama untuk kepentingan hawa nafsunya, dengan mengarahkan mereka untuk mengkafirkan sesama muslim

[3]. Campur tangan pihak yang memusuhi Islam yang memanfaatkan situasi ini dengan mengarahkan para pemuda itu untuk melakukan pentakfiran


II. Definisi Kafir dan Jenisnya

Kafir menurut bahasa bermakna menutupi, sehingga seorang yang murtad dari Islam disebut kafir karena dia telah menutupi kebenaran atau karena kekafirannya itu, dia menutupi apa yang seharusnya dia imani.

Kafir menurut syari‘at terbagi menjadi dua kategori, yaitu :

Pertama, Kafir akbar yang mengeluarkan seseorang dari Islam dan menyebabkan pembuatnya kekal dalam neraka selama-lamanya.
Kafir akbar terbagi kepada 5 jenis:

a) Kafir Takzib (pendustaan)
Kekafiran jenis ini berbentuk mendustakan ajaran yang dibawa oleh para Rasul. Hati dan lisannya mengingkari ajaran para Rasul. Ini sebagaimana firman Allah SWT :
Dan (Ingatlah) hari (ketika) kami kumpulkan dari tiap-tiap umat segolongan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami, lalu mereka dibagi-bagi (dalam kelompok-kelompok). Hingga apabila mereka datang, Allah berfirman: "Apakah kamu telah mendustakan ayat-ayat-Ku, padahal ilmu kamu tidak meliputinya, atau apakah yang telah kamu kerjakan?". (QS. An Naml : 83-84)

b) Kafir iba’ wal istikbar (keengganan dan kesombongan)
Kekafiran ini berbentuk pengakuan kebenaran ajaran Islam, tetapi tidak mau tunduk kepadanya karena kesombongan. Kekafiran ini adalah sama seperti kekafiran iblis. Iblis tidak menolak kebenaran Allah SWT sebagai Rabb yang berhak disembah dan dipatuhi perintah-Nya. Namun penentangan iblis disebabkan kesombongannya, sebagaimana yang telah diuraikan dalam Al-Qur’an:
Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS. Al Baqaráh : 34)

c) Kafir I’radh
Kekafiran ini berbentuk tidak membenarkan dan tidak pula mendustakan Islam, tidak mencintainya dan tidak memusuhinya serta sama sekali tidak mau memperhatikan dan mendengarkannya. Ini disebutkan dalam Al Qur'an :
Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling, tidak mau mendengarkan. .(QS. Fushshilat : 3-4)

d) Kafir Syak (keraguan)
Ini adalah golongan yang senantiasa ragu akan kebenaran Islam

e) Kafir Nifaq
Kekafiran seperti ini menampakkan keimanan dengan lisan dan perbuatan namun hatinya kafir (orang munafiq), sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT :
Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian," padahal mereka sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (QS.Al Baqarah : 8)

Kedua, Kafir ashgar, tidak mengeluarkan dari Islam meskipun diistilahkan kufur. Hal ini terjadi jika seseorang tidak melakukan suatu perintah agama, akan tetapi dia tetap menyakini akan kewajiban perintah tersebut. Contohnya adalah orang yang menyakini kewajiban membayar zakat harta, tetapi karena sibuk mengejar kehidupan duniawi dia tidak membayar zakar tersebut.
Demikian juga, bila seseorang itu tidak meninggalkan suatu larangan agama, tetapi dia tetap menyakini akan haramnya hal tersebut. Contohnya orang yang menyakini haramannya hukum khamr, tetapi karena kebiasaannya minum sekian lama, dia sulit mengubahnya secara langsung melainkan secara bertahap
Berkata Imam Abu Hanifah rahimahullah dalam kitab Fiqh al-Akbar :

Kita tidak boleh mengkafirkan seorang muslim dengan setiap dosa, meskipun dosa besar. Kecuali ada unsur menganggap halal maksiat itu. Kita juga tidak menghilangkan akar iman darinya, dia masih disebut orang beriman secara hakiki atau seorang mukmin yang fasik (tetapi) tidak kafir.

Menurut Imam Abu Ja’afar al-Thahawi rahimahullah:
Kita tidak mengkafirkan seorangpun ahlul kiblat karena dosa-dosa yang dilakukan, selama dia tidak menghalalkan perbuatan dosa tersebut.

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz melanjutkan:
Namun apabila pembuatnya menganggap halal perbuatannya, maka mereka termasuk kafir karena statusnya telah mendustakan Allah dan Rasul-Nya serta keluar dari agama. Apabila mereka tidak menganggap halal perbuatan dosanya, maka mereka tidak dikafirkan, tetapi mereka dianggap seorang yang lemah imannya...

Hal ini termasuk tindakan kebanyakan pemerintah Muslim saat ini yang tidak melaksanakan hukum Allah. Berkata Imam Ibnu Abil ‘Izzi ‘Abdis Salaam dalam kitab Syarhul Aqidah ath-Thahawiyah :
...bahwa berhukum dengan selain yang diturunkan Allah kadang-kadang bisa menjadi kafir yang mengeluarkan pembuatnya dari Islam (kafir akbar) dan kadang-kadang bisa menjadi maksiat . Hal itu disesuaikan dengan keadaan pelaksana hukum itu.
Jika dia meyakini bahwa berhukum dengan selain yang diturunkan Allah adalah tidak wajib padahal dia diberi kebebasan (untuk berhukum dengannya) atau dia menghina hukum Allah, maka ini adalah kafir akbar.
Syaik Ibnul Qoyyim dalam kitab Ash-Shalah menuturkan, kufur terbagi dua jenis, yaitu :

1.Kufur yang mengeluarkan dari agama, yaitu kufur yang berlawanan dengan iman dalam semua aspek. Orang seperti ini harus dinasihati dan jika menolak maka baru divonis sebagai kafir

2.Kufur yang tidak mengeluarkan dari agama, yaitu kufur yang tidak mengeluarkan dari agama namun termasuk perbuatan maksiat.
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (QS. Al Maidah : 44)

III. Syarat Pengkafiran

Pertama: Baligh dan berakal.
Orang yang belum baligh dan orang yang tidak sempurna akalnya tidak dijatuhkan hukuman. Ini berdasarkan sabda Nabi SAW:
Diangkat pena (tidak dicatat kesalahan) dari tiga orang, yaitu anak kecil hingga baligh, orang tidur hingga terbangun dan orang gila hingga sadar. (HR. Abu Dawud)
Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni berkata:
Hukum murtad tidak berlaku bagi orang yang tidak berakal seperti anak kecil, orang gila, atau orang yang hilang kesedaran akibat pingsan, tidur, sakit, dan minum obat yang boleh diminum.

Kedua: Perbuatan kafir dilakukan dengan sengaja.
Ucapan atau perbuatan yang membawa kepada kekafiran hendaklah dilakukan dengan kerelaan hati atau kehendak sendiri. Ia bukan satu perbuatan yang terpaksa, tak sengaja atau di luar kesadaran. Allah SWT berfirman:
dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al Ahzab : 5).

Ketiga: Diberikan nasihat kepadanya
Tidak boleh menghukumi kafir terhadap seseorang selagi belum disampaikan informasi/nasihat kepadanya bahwa perbuatannnya bisa mengakibatkan kekafiran. Berkata Imam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ al-Fatawa :
Ucapan (yang mengakibatkan) kafir mungkin saja datang dari orang yang belum sampai kepadanya nash (hujah dan dalil) untuk mengenali kebenaran. Atau boleh jadi telah sampai (nash tersebut) tetapi hujah tersebut dipandang tidak benar atau belum mungkin baginya untuk memahaminya atau ada syubhat dalam proses memahami kebenaran. Maka dalam kondisi seperti ini Allah memaafkan……
Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:
dan kami tidak akan meng'azab sebelum kami mengutus seorang rasul (QS. Al Isra : 15)
(mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. An Nisaa : 165)
Syarat yang ketiga ini penting, karena muslim minoritas yang tinggal di sebuah negara mayoritas non muslim. Sulit untuk mereka mempelajari ilmu-ilmu Islam karena jauh dari ulama’, Maka orang Islam minoritas ini tidak dihukumkan kafir jika melakukan perbuatan yang asalnya bisa membawa kepada kekafiran.
Ini karena Allah Subhanahu wa Ta‘ala telah berfirman:
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu[1480]. dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Ath Taghabuun : 16)
Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka Itulah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al A'raaf : 42)
Berdasarkan ayat-ayat di atas, Allah tidak membebani seseorang melebihi kemampuannya. Karena itu jika seseorang itu telah berusaha maksimal untuk mencari kebenaran dalam Islam namun masih terdapat kekurangan atau kesalahan tanpa disengaja sehingga dia melakukan perbuatan yang kafir, maka Allah tidak akan menghukumnya, tetapi mengampuni kesalahannya.

Keempat: Perbuatan diukur dari segi zahirnya.
Setiap muslim diadili berdasarkan apa yang terlihat pada zahir dirinya. Adalah hadits berikut dari Usamah bin Zaid ra. :
Rasulullah SAW pernah membawar kami pada satu peperangan, pada pagi hari kami menyerbu al-Huraqaat (nama sebuah kabilah) dari kabilah Juhainah. Maka aku bertemu dengan seorang lelaki lalu dia berkata: “Laa ilaha illallah” kemudian aku menusuknya (membunuhnya). Akan tetapi aku merasa ada sesuatu dalam hatiku dari kejadian itu, lalu aku menceritakannya kepada Rasuliullah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka baginda berkata: “Apakah dia telah mengatakan Laa ilaha illallah kemudian kamu membunuhnya?” Aku menjawab: “Ya wahai Rasulullah, sesungguhnya dia mengatakan hal itu hanya karena takut kepada pedangku. Baginda bertanya (menegaskan kesalahan tindakan Usamah): “Mengapa kamu tidak membelah dadanya sehingga kamu mengetahui apakah benar-benar dia mengatakannya (dengan jujur) atau tidak?”. (HR. Muslim)
Berdasarkan hadits di atas, maka sewajarnya kita tidak memudahkan dalam mengkafirkan orang lain selagi zahirnya masih menunjukkan bahwa dia seorang muslim.Ini sebagaimana pesan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
Akan ada sepeninggalku nanti pemimpin (yang) kalian mengenalnya dan mengingkari (kezalimannya), maka barangsiapa mengingkarinya (berarti) dia berlepas diri dan barangsiapa membencinya (berarti) dia selamat. Akan tetapi barangsiapa yang meridhainya (berarti) mengikutinya. Para sahabat bertanya: “Apakah tidak kita perangi mereka (pemimpin tersebut)?” Baginda menjawab: “Jangan, selagi mereka masih shalat.” (HR. Muslim)

Kelima: Kekafiran memiliki cabang-cabangnya.
Sebagaimana iman memiliki cabang-cabangnya, kekafiran juga memiliki cabang-cabangnya. Di antara cabang-cabang kekafiran ada yang bisa menyebabkan pelakunya keluar dari Islam dan ada yang tidak. Contohnya mengatakan Nabi Isa as. adalah anak tuhan atau tuhan itu bertiga (Trinity) jelas mengeluarkan pelakunya dari Islam. Sedangkan peminum arak atau penzina hanya dihukumi sebagai seorang yang fasiq (pelaku dosa besar),

IV. Dampak dan Bahaya Takfir

1.Takfir (kafir mengkafir) membawa akibat yang amat buruk terhadap kesatuan umat, dan bisa menyebabkan terjadinya pertumpahan darah sesama muslim. Maka dari sisi syari‘at Islam, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika seseorang dinyatakan kafir :
1.Isterinya tidak dihalalkan lagi bagi dirinya (yang telah kafir), diharamkan untuk isterinya berada di sampingnya dan anak-anaknya berada dibawah perwaliannya.
2.Bagi yang telah dituduh kafir, maka seharusnya dia dibawa ke muka pengadilan dan dijatuhkan hukum murtad ke atasnya setelah diajukan hujjah dan bukti keterangan akan kekafirannya.
3.Bagi mereka yang telah jatuh kafir, apabila mereka meninggal dunia maka tidak berlaku lagi hukum-hukum yang diwajibkan ke atas seorang muslim seperti dimandikan jenazahnya, disembahyangkan jenazahnya, mayatnya tidak boleh dikuburkan di kawasan perkuburan Islam dan hartanya tidak dapat diwarisi oleh ahli keluarganya.

Syaikh Abdil Aziz bin Abdullah bin Bazz rahimahullahu berkata, sebagaimana termuat dalam harian al-Jazirah, ar-Riyadh, asy-Syirqul Awsath, Sabtu 22/6/1412 H. tentang bahaya takfir, diantaranya :

1.Merusak hak-hak kaum muslimin
2.Memecah belah ukhuwah Islamiyyah, padahal Alloh SWT memerintahkan ukhuwah dan menjauhi perpecahan
3.Membantu dan menolong orang/kelompok yang menyimpang seperti kaum yahudi, nashrani, atheis, sekuler, hedonis, paganis dan lainnya yang selalu memerangi kaum muslimin.
4.Menyebabkan rusaknya hati dengan menyebarkan dan mengedarkan dusta dan kebathilan, sehingga terjadi ghibah, namimah, tajassus, hasad dan ghadab.
5.Terpedaya tipuan syetan
6.Tidak menghormati ulama yang telah berijtihad dengan kadar keilmuan yang cukup

Menyadari betapa bahayanya dampak takfir, maka Islam melarang keras hal ini. Firman Alloh SWT :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim (QS. Al Hujurat : 11)

Takfir termasuk kezaliman yang membinasakan. Nabi SAW bersabda :
Tidak boleh seseorang menuduh orang lain dengan kefasikan dan tidak pula dia menuduhnya dengan kekafiran, melainkan hal ini akan kembali kepadanya jika orang yang tertuduh tidak demikian (HR. Bukhari)

Apabila seseorang mengatakan kepada saudaranya, “Wahai Kafir!”, maka hal ini akan kembali kepada salah seorang daripada kedua-duanya (HR. Bukhari)

Imam al-Ghazali telah berkata dalam kitabnya Al-Iqtishad fil ’tiqad:
Sesuatu yang patut kita berhati-hati adalah masalah pengkafiran, selagi masih ada jalan untuk berhati-hati. Karena menghalalkan darah dan harta orang yang shalat menghadap kiblat dan yang menyatakan kalimat “Laa ilaaha illalloh” adalah suatu kesalahan.

Mengkafirkan seorang muslim yang lain diumpamakan dengan membunuhnya, sebagaimana dikatakan oleh Al ‘Alla’ bin Ziyad, seorang tabi’in :
“Tidak ada bedanya antara kamu mengkafirkan seorang muslim dengan membunuhnya"

1.Mengkafirkan muslim yang lain merupakan hal yang serius, sebagaimana dijelaskan Imam Ibnu Abil ‘Izzi ‘Abdis Salam al-Hanafi:
Ketahuilah –semoga Allah merahmati kamu- bahwa masalah pengkafiran merupakan masalah yang sangat besar fitnah dan musibahnya, banyak perpecahan yang terjadi di dalamnya, berselisihnya hawa nafsu dan pendapat tentangnya dan telah terjadi pertentangan antara alasan-alasan mereka…… Sesungguhnya sebesar-besar bentuk kejahatan adalah menuduh individu tertentu bahwa Allah tidak akan mengampuninya dan tidak akan merahmatinya, bahkan Allah akan mengekalkannya dalam neraka (karena yang demikian adalah) hukum bagi orang kafir setelah mati.

Kesimpulannya, jika dalam diri seseorang itu terdapat beberapa ciri kekafiran, sikap kita bukanlah mengkafirkannya tetapi berusaha mencari jalan agar dia terhindar darinya. Berilah nasihat dan bukalah ruang untuk berfikir dan memperbaiki diri, sekalipun secara bertahap. Firman Allah SWT :
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An Nahl : 125)

V. Cara Menghindari Pentakfiran

Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr memberi nasihat :

Pertama, Hendaknya ia merasa takut kepada Allah, dengan menyibukan diri melihat aib-aibnya, dari pada ia sibuk denga aib orang lain, dan menjaga keberlangsungan amal shalehnya, jangan sampai ia membuangnya sia-sia.

Kedua, Hendaklah ia menyibukan dirinya dengan mencari ilmu yang bermanfaat, diantara belajar, mengajar, berda'wah dan menulis. Jika ia mampu melakukan hal yang demikian maka hendaknya ia menjadi golongan yang membangun, dan tidak menyibukkan dirinya dengan mencela sesama muslim sehingga ia menjadi golongan penghancur.

Sumber :

1.Al-‘Aqidah ath-Thahawiyah, edisi terjemahan terbitan Jahabersa, Johor Bahru 2001
2.Aqwalu wa Fatawa Ulama fi tahdzir 'ala Jama'atil Hajr wat Tabdi, alih bahasa oleh Abu Salma bin Burhan.
3.Bahaya tafsiq, takfir dan tabdi', Sholih bin Fauzan al-Fauzan, Pustaka Imam Bukhori.
4.Kafirkah Orang Yang Berhukum Dengan Selain Hukum Allah?, Dr. Khalid bin Ali bin Muhammad al- Anbary, alih bahasa oleh Abu Abdirrahman al-Salafy, Pustaka As-Sunnah, Surabaya 2004
5.Manhaj Ahli Sunnah Menghadapi Ahli Bid’ah, Dr. Ibrahim bin Amir ar-Ruhaili, alih bahasa oleh Abu Ahmad Syamsuddin, Pustaka al-Kautsar, Jakarta 2002
6.Rifqon Ahlas Sunnati bi Ahlis Sunnah, alih bahasa oleh Abul Hasan al-Maidani , judul Berlemah Lembut Sesama Ahlus Sunnah
7.Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun VIII/1425H/2005M Rubrik Liputan Khusus yang diangkat dari ceramah Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilali Tanggal 5 Desember 2004 di Masjid Istiqlal Jakarta

*Diambil dari Notes Facebook milik Ustadz Suherman: abi_cintaku@yahoo.com

Senin, 23 Mei 2011

Tips Agar Cepat Mendapatkan Jodoh


Siapakah jodoh kita, kapan waktunya tiba, di mana akan dipertemukan, apakah ia benar-benar orang shaleh/ shalehah?. Semua itu rahasia Allah SWT.

Allah SWT menetapkan tiga bentuk taqdir dalam masalah jodoh. Pertama, cepat mendapatkan jodoh. Kedua, lambat mendapatkan jodoh, tapi suatu ketika pasti mendapatkannya di dunia. Ketiga, menunda mendapatkan jodoh sampai di akhirat kelak. Apapun pilihan jodoh yang ditentukan Allah adalah hal terbaik untuk kita. Allah SWT berfirman: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. Al Baqarah: 216).

Kita harus terikat aturan Allah. Kita juga dibekali akal untuk memahami aturan-Nya. Ketika kita memutuskan untuk taat atau melanggar aturanNya adalah pilihan kita sendiri. Bagaimana cara kita untuk mendapatkan jodoh adalah pilihan kita. Dengan jalan yang diridhoiNya atau tidak. Tetapi hasil akhirnya Allah yang menentukan.

Berikut ini ada beberapa tips agar cepat mendapatkan jodoh bagi anda yang sampai saat ini belum mendapatkan jodoh untuk menikah:

1. Tentukan terlebih dahulu kriteria pasangan ideal

Nabi bersabda: ”Apabila datang kepada kalian lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya,maka nikahkanlah ia (dengan puteri kalian). Sebab jika tidak, maka akan terjadi fitnah dibumi dan kerusakan yang besar”. "Lelaki yang bertaqwa akan mencintai dan memuliakan istrinya. Jika ia marah tidak akan menzhalimi istrinya. Kaum jahiliyah menikah dengan melihat kedudukan, kaum Yahudi menikah dengan melihat harta, kaum Nasrani menikah dengan melihat rupa, sedangkan umat Islam menikahkan dengan melihat agama".

Nabi bersabda:"Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita (isteri) yang sholehah”. Beliau juga bersabda, ”Wanita dinikahi karena empat faktor, yakni karena harta kekayaannya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Hendaknya pilihlah yang beragama agar berkah kedua tanganmu.”

Sulit mencari jodoh bisa jadi karena kriteria terlalu muluk. Janganlah kita menginginkan kesempurnaan orang lain, padahal diri kita tidak sempurna.

2. Memperluas Pergaulan Sesuai Syariat

Seringlah bersilaturrahim ke tempat saudara atau mengikuti majelis ta'lim. Ustadz, teman, orang tua, saudara, keluarga, dan yang lain Insyaallah pasti bisa diminta bantuan.

3. Sebisa mungkin hindari berpacaran

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa’: 32). Kita dilarang berkhalwat, memandang lawan jenis dengan syahwat, wanita bepergian sehari semalam tanpa muhrim, dll.

Biasanya, orang pacaran selalu menutupi kekurangannya dan menampilkan yang baik-baik saja. Cari informasi dari orang dekatnya (saudara, teman, tetangganya). Perlu juga penilaian dari orang tua dan keluarga kita. Biasanya kita tidak dapat melihat kekurangan orang yang kita cintai.

4. Perbanyak introspeksi diri

Jika kita ingin mendapatkan jodoh yang shaleh, maka kita harus menjadi orang yang shaleh juga. Allah SWT berfirman: “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula}” (QS. An Nuur: 26).

Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat pada bentuk-bentuk (lahiriah) dan harta kekayaanmu, tapi Dia melihat pada hati dan amalmu sekalian. " (HR. Muslim, Hadits no. 2564 dari Abu Hurairah). Jadi, lelaki atau wanita yang baik menurut pandangan Allah itu adalah lelaki atau wanita yang baik iman dan amalnya.

Secara lahiriah kita perlu menjaga kebersihan, kerapihan dan menjaga bau badan. Bukan berdandan berlebihan (tidak Islami), tapi tampil menarik.

5. Jangan Mencintai Secara Berlebihan

“Barangsiapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya. (HR. Abu Dawud)

Jika kita mencintai manusia lebih daripada Allah, niscaya hati kita akan hancur dan putus asa jika ditinggalkan. Jika kita mencintai Allah di atas segalanya, niscaya kita akan selalu tegar dan tabah karena kita yakin bahwa Allah itu Maha Hidup dan Abadi serta selalu bersama hamba yang Sholeh.

6. Jika Gagal Berusaha Lagi

Jika kita gagal, jangan putus asa dan minder. Kita harus sabar dan tetap berusaha mendapatkan yang lebih baik lagi. Yakinlah ada yang lebih baik yang sedang dipersiapkan Allah untuk kita.

Para sahabat besarpun mengalaminya. Contohnya Utsman RA yang melamar putri Abu Bakar ditolak, lalu melamar putri Umar juga ditolak, akhirnya malah menjadi menantu Rasulullah SAW.

Jodoh tidak akan lari dan akan datang pada waktunya. Bersabarlah dan sibukkan diri dengan amal sholeh. Hadapilah dengan sikap tenang, santai, tidak mudah emosi/sensitif, tidak larut dalam kesedihan, tidak berputus asa dan tetap bersemangat.

Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh menakjubkan kondisi seorang mukmin. Segala keadaan dianggapnya baik, dan hal ini tidak akan terjadi, kecuali bagi seorang mukmin. Apabila mendapat kesenangan ia bersyukur, maka itu tetap baik baginya dan apabila ditimpa penderitaan ia bersabar maka itu tetap baik baginya.” (HR Muslim)

Gunakan energi kita untuk lebih mendekatkan diri dan mencintai Allah SWT., orang tua, dan umat. Yakinlah dengan keadilan-Nya bahwa setiap manusia pasti memiliki jodoh masing-masing. Yakinlah bahwa semua kondisi adalah baik, berguna, dan berpahala bagi kita.

7. Siap menerima taqdir Allah

Hidup adalah ujian. Bisa saja, takdir jodoh kita bukan orang shaleh. Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman. Sesungguhnya di antara pasanganmu dan anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka… Sesungguhnya hartamu dan anakmu, hanyalah ujian bagimu, dan di sisi Allah pahala yang besar.” (Q.S. At-Taghaabuun: 14-15)

Hal tersebut tetap bisa menjadi kebaikan apabila dijadikan sebagai lahan amal shaleh dan batu ujian untuk meningkatkan keimanan, tawakal, dan kesabaran.

8. Wanita bisa melamar lelaki

Bukan hal yang dilarang jika wanita menemukan lelaki sholeh dan berinisiatif menawarkan diri dalam pernikahan melalui peran orang yang dipercaya. Khadijah RA melalui pamannya melamar Nabi Muhammad SAW setelah mengetahui akhlak dan agama beliau.

9. Taqarrub Ilallah

Perburuan jodoh secara syar’i adalah dengan mendekati Allah super ekstra. Caranya dengan bertawasul amal-amal shaleh, tidak hanya ibadah wajib (berbakti kepada orangtua, sholat wajib), juga ibadah sunnah (shoum sunnah, sholat tahajjud/ taubat/ istikhoroh/ hajat/ witir/d huha, tilawah Al Qur’an, istighfar, infaq, dan lain-lain). Semakin dekat dengan Allah, iman bertambah dan do’a kita semakin terkabul. Usaha yang konsisten, optimis dan prasangka baik akan memudahkan jalan kita.

10. Tidak putus asa dan selalu berdoa

Bacalah doa: “Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al Furqon: 74).

Doa lebih terkabul pada tempat mustajab, waktu mustajab dan memperhatikan adab berdoa. Berdoalah menurut apa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya. Tempat mustajab: masjid, majlis ta’lim, Arafah, Hajar Aswad, Hijr Ismail, di atas sajadah, dll.

Waktu mustajab seperti sepertiga malam yang akhir, selesai sholat wajib/tahajjud/hajat, saat sujud/I’tidal terakhir dalam sholat, sedang berpuasa, berbuka puasa, dalam perjalanan, selesai khatam qur’an, hari Jum’at, baru mulai hujan, diantara azan dan iqamat, ketika minum air zamzam, bulan ramadhan/lailatul qodar, antara zuhur dan ashar juga antara ashar dan maghrib, selesai sholat subuh, dalam kesulitan, sedang sakit, sedang ada jenazah.

Adab berdoa seperti menjauhkan hal yang haram, ikhlas, diawali dan diakhiri tahmid/sholawat, menghadap kiblat, suci dari hadats dan najis, khusyu’ dan tenang, menengadahkan kedua tangan, dengan suara rendah dan pengharapan sepenuh hati, mengulangi berkali-kali, tidak berputus asa, menghadirkan Allah dalam hati, tidak meninggalkan sholat wajib, tidak melakukan dosa besar, tidak minta sesuatu yang dilarang Allah, sambil menangis.

Nabi Musa as berdoa setelah menolong dua perempuan penggembala kambing: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku." (QS 28:24). Allah SWT memahami keperluan dan prioritasnya, sehingga tidak saja memberi makanan, tapi juga memberi jodoh, tempat tinggal dan pekerjaan. Wallahu’alam bishawab.


Ummu Hafizh dalam Suara Islam

Minggu, 15 Mei 2011

LIDAH TIDAK BERTULANG

Mungkin judul di atas tidak berlebihan jika kita lihat realita yang ada sekarang. Anggota tubuh sekecil lidah dan tampak lemah itu ternyata mampu menyakiti hati serta memberinya bekas yang dalam. Kadang orang tidak menyadari saat dia berbicara ternyata telah menyakiti hati orang lain. Baik pria ataupun wanita pasti pernah melakukannya baik sengaja ataupun tidak sengaja, namun yang paling sering melakukannya adalah kaum wanita. Perlu diketahui bahwa lidah bisa menjadi sebab seseorang masuk surga ataupun masuk neraka, karena tidak ada satu pun kata yang kita ucapkan kecuali ada malaikat yang menulisnya. Mungkin di dunia kita bisa mengingkarinya namun di akhirat nanti mulut akan dikunci dan anggota badan lain yang berbicara.
Ada beberapa perbuatan yang merupakan tanda rusaknya lidah, di antaranya adalah:
  • Dusta atau Berbohong.
Berdusta merupakan salah satu dosa besar yang membawa pelakunya kepada kejelekan, dan kejelekan akan membawa pelakunya pada neraka. Tidak ada bedanya berbohong saat serius ataupun sedang bercanda, kedua-duanya haram hukumnya. Berdusta sama sekali bukan akhlaq seorang muslim, karena dusta merupakan perbuatan yang sangat hina. Bahkan orang kafir Quraisy di zaman Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam pun sangat anti untuk berbohong karena bohong bagi mereka merupakan ‘aib. Siapa saja orang yang sering berdusta, maka Allah akan mencatatnya sebagai pendusta.
  • Ghibah atau Menggunjing.
Ghibah adalah membicarakan kejelekan atau ‘aib saudaranya ataupun kebaikannya yang mana jika saudaranya itu tahu, dia tidak menyukainya. Bahkan ada yang berpendapat bahwa jika saudaranya ada di majelis itu, juga disebut dengan ghibah. Jadi tidak hanya menceritakan kejelekan saudaranya saja disebut bid’ah, tapi juga kebaikannya jika orang yang dibicarakan tersebut tidak menyukainya. Orang yang menggunjing saudaranya, menyebutkan ‘aib-‘aibnya hingga jatuh harga dirinya maka dia telah berdosa.
Pelaku ghibah bagaikan memakan daging saudaranya dan mereka diancam dengan adzab di akhirat, yaitu kelak mereka akan mempunyai kuku-kuku yang terbuat dari tembaga yang digunakan untuk mencakar wajah dan dada mereka sendiri. Siapa yang sanggup menerimanya? Namun sangat disayangkan, tiap hari masyarakat disuguhi dengan tayangan infotainment atau gosip yang jelas-jelas merupakan ghibah. Namun Allah subhanahu wa ta’ala Maha Pengampun, Dia mengampuni segala dosa selama orang tersebut bertaubat dan minta ampun termasuk dosa ghibah. Jika kita terlanjur menggunjing seseorang, maka kafaroh atau tebusannya adalah meminta ampun kepada Allah untuk kita dan orang yang kita gunjing. Lafadz do’anya adalah “Allahummaghfirly wa lahu”. Kemudian kita berusaha mengangkat kembali nama baik saudara kita di majelis yang kita pernah menjatuhkan namanya. Namun ada pengecualian mengenai ghibah ini, yakni boleh memperingatkan orang lain dari seseorang yang jahat atau sesat supaya selamat.
  • Namimah atau Adu Domba.
Namimah sangat tercela, tidak ada yang bisa melakukannya kecuali dengan lisannya. Namimah adalah menukil ucapan seseorang kemudian disampaikan pada orang lain dengan tujuan merusak hubungan atau menimbulkan permusuhan di antara kedua orang tersebut. Perbuatan ini merupakan dosa besar yang pelakunya diancam tidak akan masuk surga. Ada sebuah kisah di zaman nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang berjalan dan melewati dua kuburan, ternyata penghuni kedua kuburan tersebut sedang disiksa karena dosa yang selalu mereka kerjakan. Yaitu yang satu suka berjalan di tengah manusia dengan menyebarkan namimah, dan satu lagi disiksa karena tidak menjaga dirinya dari najis ketika buang air kencing sehingga pakaian dan badannya terkena air kencing.
  • Suka Mencela.
Orang yang sering mencela orang lain biasanya terkumpul padanya akhlaq yang buruk, antara lain ujub yaitu bangga dengan dirinya sendiri, sombong yaitu menolak kebenaran dan mencela orang lain, tidak instropeksi diri, dan lain-lain. Allah Ta’ala dan Rosul-Nya melarang keras dari hal tersebut. Bahkan Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan bahwa mencela seorang muslim tanpa sebab yang dibenarkan adalah kefasikan.
Pernah dahulu ummul mukmunin ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha mencela ummul mukminin yang lain dengan menyebutnya ”pendek”. Dengan kata itu saja sudah membuat Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam marah, dan beliau bersabda bahwa kata-kata itu jika dimasukkan dalam lautan maka akan mencemarinya. Betapa buruknya perbuatan ini sampai Allah Ta’ala pun mencela perbuatan ini dengan surat az-Zalzalah. Mungkin tepatlah peribahasa “semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak”.
Itulah beberapa dari sekian banyak kerusakan lidah yang yang dapat berakibat buruk bagi pelakunya di dunia dan di akhirat. Hendaknya setiap diri kita berhati-hati dari terjatuh ke dalamnya, karena salah satu  sebab terbanyak seseorang masuk neraka adalah karena lidahnya. Kita mohon perlindungan dan keselamatan pada Allah subhanahu wa ta’ala.

Minggu, 20 Maret 2011

Internet dan Dunia Pendidikan

Jika saja kita di dunia pendidikan diijinkan untuk membangun infrastruktur Internet-nya sendiri. Jika saja alokasi dana tidak di korup, tidak di alokasikan untuk hal yang tidak-tidak. Jika saja para pejabat, pemimpin, rektor, kepala sekolah, ketua yayasan, mengerti arti keberadaan infrastruktur Internet. Pada dasarnya biaya yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur Internet di dunia pendidikan adalah sekitar Rp. 5000 / siswa / bulan.
Bahkan untuk perguruan tinggi, biaya tersebut dapat di tekan menjadi amat sangat murah dengan akses kecepatan tinggi 11Mbps. Investasi peralatan komputer, jaringan lokal, server umumnya dapat kembali dalam waktu 1-2 tahun saja. Jadi seluruh proses adalah swadaya masyarakat kampus, tidak perlu tergantung pada dana utangan dari ADB, IMF, Bank Dunia. Detail bisnis plan untuk investasi dan pengembalian modal infrastruktur Internet bagi dunia pendidikan dalam diperoleh secara gratis di,
atau langsung kepada penulis di onno@indo.net.id.
Walaupun secara finansial & teknologi sangat memungkinkan, ada dua (2) hal yang sangat menghambat perkembangan keberadaan Infrastruktur Internet untuk dunia pendidikan, yaitu:
  • Pimpinan yang lambat berfikir, dan lambat bereaksi terhadap perkembangan. Biasanya pimpinan tipe ini, takut atau tidak mau bergerak sebelum ada perintah dari DIKNAS.
  • Keberadaan teknisi, ahli yang mengerti menginstalasi, mengoperasikan dan memelihara infrastruktur Internet.
Khusus untuk point yang ke dua, sebetulnya kalau saja mau membaca-baca (Iqra) berbagai buku komputer yang ada di Gramedia sebetulnya tidak terlalu sukar untuk memperoleh keahlian yang dibutuhkan. Alternatif lain, jika telah terkait ke Internet, pengembangan keilmuan dapat dilakukan dengan cara aktif berpartisipasi dalam banyak mailing list yang membahas masalah Internet & keilmuan.
Kolom Onno Purbo
http://belajar.internetsehat.org/2010/12/17/internet-di-dunia-pendidikan/

Rabu, 16 Maret 2011

Makna Lambang Departemen Agama


1. Bintang bersudut lima yang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila, bermakna bahwa karyawan Departemen Agama selalu menaati dan menjunjung tinggi norma-norma agama dalam melaksanakan tugas Pemerintahan dalam Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
2. 17 kuntum bunga kapas, 8 baris tulisan dalam Kitab Suci dan 45 butir padi bermakna Proklamasi Kemerdekaan republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, menunjukkan kebulatan tekad para Karyawan Departemen Agama untuk membela Kemerdekaan Negara Kesatuan republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
3. Butiran Padi dan Kapas yang melingkar berbentuk bulatan bermakna bahwa Karyawan Departemen mengemban tugas untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur dan merata.
4. Kitab Suci bermakna sebagai pedoman hidup dan kehidupan yang serasi antara kebahagiaan duniawi dan ukhrawi, materil dan spirituil dengan ridha Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa.
5. Alas Kitab Suci bermakna bahwa pedoman hidup dan kehidupan harus ditempatkan pada proporsi yang sebenarnya sesuai dengan potensi dinamis dari Kitab Suci.
6. Kalimat “Ikhlas Beramal” bermakna bahwa Karyawan Departemen Agama dalam mengabdi kepada masyarakat dan Negara berlandaskan niat beribadah dengan tulus dan ikhlas.
7. Perisai yang berbentuk segi lima sama sisi dimaksudkan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama RI yang berdasarkan Pancasila dilindungi sepenuhnya sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945
8. Kelengkapan makna lambang Departemen Agama melukiskan motto : Dengan Iman yang teguh dan hati yang suci serta menghayati dan mengamalkan Pancasila yang merupakan tuntutan dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, karyawan Departemen Agama bertekad bahwa mengabdi kepada Negara adalah ibadah.

Kamis, 03 Maret 2011

Bentuk dan Teori Hukuman dalam Pendidikan Anak

Hukuman yang diberikan kepada anak dalam pendidikan, karena kesalahan yang dilakukannya ada dalam bentuk yang bermacam-macam. Tidak kesemuanya patut dan dapat digunakan dalam mendidik seorang anak. Berikut kami paparkan beberapa bentuk hukuman tersebut, dan mana saja yang patut dihindari, agar tidak memberikan efek negatif dalam mendidik seorang anak.

Beberapa Teori Hukuman

1. Teori hukuman alam.
2. Teori hukuman balas dendam.
3. Teori hukuman ganti rugi.
4. Teori hukuman menakut-nakuti.
5. Teori hukuman memperbaiki.[1]



Teori hukuman alam

Teori hukuman alam tersebut mempunyai pandangan bahwa hukuman buatan itu tidak perlu diadakan seperti hukuman yang diberikan secara sengaja oleh seseorang kepada orang lain yang melakukan kesalahan atau pelanggaran, tetapi hendaknya anak dibiarkan berbuat salah atau pelanggaran biar alam sendiri yang akan menghukumnya.

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Umar Muhammad Al-Taumy Al-syaibany bahwa “ alam natural bukan saja mencakup segala mahluk yang akan tetapi juga merangkum sistem, peraturan atau undang-undang alam yang semua bagian alam tunduk kepada dasar-dasarnya dan sesuatu itu terjadi atau berlaku mengikuti ketentuan persyaratan disekelilingnya.[2]

Pandangan teori hukum alam ini menyatakan bahwa hukuman alam tersebut merupakan hukuman yang wajar dan logis sebab merupakan akibat dari perbuatannya sendiri.

Seperti anak yang senam memanjat pohon adalah wajar dan logis, apabila suatu ketika ia jatuh. Jatuh ini merupakan hukuman menurut alam sebagai akibat dari perbuatannya sering memanjat pohon. Dengan pengalamannya tersebut anak merasa akibatnya dan akan belajar sendiri dengan pengalamannya.


Teori Hukuman balas dendam

Dalam hal ini biasanya diterapkan karena si anak pernah mengecewakan seperti si anak pernah mengejek atau menjatuhkan harga diri guru disekolah atau pada pandangan masyarakat dan sebagainya.[3]

Memperhatikan pendapat diatas maka hukuman ini adalah hukuman yang paling jahat yang tidak dapat dipertanggung jawabkan dalam dunia pendidikan.

Hal ini terjadi mungkin pendidik kecewa baik kekecewaan itu karena orang lain yang akibatnya siswa kena sasaran hukuman atau oleh karena siswa sendiri. Sehingga pendidik mencari kesempatan kapan ia dapat menghukum atau membalas terhadap siswa tersebut, baik hukuman itu secar langsung kepada siswa atau tidak.

Dalam hal ini nampaklah teori ini kurang tepat dengan ilmu mendidik bila seorang guru sampai menggunakan hukuman dengan teori balas dendam tersebut, namun demikian bila memang terpaksa seorang pendidik menggunakan teori balas dendam juga tidak ada salahnya, asal masih dalam garis kepentingan demi tercapainya tujuan pendidikan bukan karena kepentingan pribadi.


Teori Hukuman ganti rugi

Menurut teori inio siswa yang melakukan kesalahan diminta untuk bertanggung jawab atau menggung resiko dari perbuatannya.[4]

Sebagai akibat ia harus mengganti atau menanggung resiko dari perbuatannya misalnya, siswa yang berkejar-kejaran dikelas kemudian memecahkan kaca jendela itu.

Kebaikan dari teori ini adalah :

1. Siswa diajar disiplin dan bertanggung jawab atas perbuatannya.
2. Dapat menimbulkan perasaan jara, sehingga siswa dapat berhati-hati untuk tidak mengulangi perbuatannya.

Sedangkan dampak negatifnya, teori ini adalah :

1. Bagi siswa yang mampu tidak ada kesan terhadap hukuman yang diterima tersebut.
2. Bagi siswa yang tidak mampu terasa berat sekali.


Teori Hukuman menakut-nakuti

Menurut teori ini hukuman diberikan untuk menakut-nakuti anak , agar anak tidak melakukan pelanggaran atau perbuatan yang dilarang. Dalam hal ini nilai didik telah ada, namun perlu diingat oleh para pendidik jangan sampai anak itu berbuat kesalahan lagi, hanya rasa takut saja. Melainkan tidak berbuat kesalahan lagi karena boleh jadi anak akan tunduk hanya dilandasi takut saja kepada pendidik, maka jika tidak ada pendidik kemungkinan besar sekali ia akan mengulangi perbuatannya. Ia akan melakukan perbuatannya secara sembunyi, jika terjadi demikian maka dapat dikatakan bahwa nilai didik dan hukuma itu sangat minim sekali.


Teori Hukuman Memperbaiki

Menurut teori ini hukuman diberikan untuk memperbaiki siswa yang berbuat salah dengan harapan agar selanjutnya tidak melakukan kesalahan lagi atau insaf atas kesalahannya, insaf yang timbul dari kesadaran hatinya, sehingga tidak ingin mengulangi lagi. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Umar Hamalih “ Penyadaran atas hal-hal yang menyebabkan kegagalan ini perlu sekali dengan maksud agar dengan usaha sendiri ( Self Direction ), kita dapat mengatasinya dan memperbaikinya.[5]

Agar siswa insaf, maka pendidik harus memberikan penjelasan diwaktu menjatuhkan hukuman dalam hal apa mereka salah dan apa akibat dari perbuatannya itu. Dengan demikian siswa akan memahami segala tingkah laku dan akibat dari perbuatannya. Hal semacam ini akan membawa siswa pada kematangan berfikir dan kedewasaan.

Dengan uraian diatas berarti hukuman tersebut dapat dipertanggung jawabkan secara pedagogis apabila :

1. Hukuman tersebut dapat menginsafkan siswa atas perbuatannya yang salah.
2. Siswa mempunyai pengertian tentang akibat perbuatan yang baik dan buruk.
3. Berjanji dalam hatinya untuk tidak mengulangi atau berjanji untuk memperbaiki kesalahannya dan akan melakukan hal-hal yang baik.

Karena hal-hal yang demikianlah hukuman yang bersifat memperbaiki sering disebut hukuman pedagogis. Jadi hukuman itu dapat diterapkan dalam pendidikan terutama hukuman yang bersifat pedagogis, menghukum bila perlu jangan terus-menerus dan hindarilah hukuman jasmani.

[1] Amir Daein Indrakusuma, Opcit, hal 1-18

[2] Umar Muhammad Al-Taumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Hasan Langgulung, Bulan Bintang, Jakarta, 1979, Hal 58

[3] Drs.H. Abu Ahmadi, Ilmu pendidikan, Rineka cipta, Jakarta,1991,Hal 154

[4] Amir Dalen Indrakusuma, Opcit, hal 149

[5] Umar Hamalik, Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, Tarsito, Bandung, 1990, Hal 130

Read more: http://kafeilmu.co.cc/2011/02/bentuk-bentuk-hukuman-dalam-pendidikan-anak#ixzz1Fc0GPdLe

Pentingnya Pendidikan Islam Terhadap Pasang Surutnya IPTEK

Artikel kali ini akan membahas mengenai Pendidikan Islam dan Iptek. Kiriman dari kawan kita Ali Mahfudz di Pon Pes. Nazhatut Thullab Prajjan Kec. Camplong Kab. Sampang. Semoga bermanfaat! Selamat membaca.

—ooO()Ooo—

Penelusuran terhadap perkembangan peradaban dan kemajuan Islam dalam sejarahnya yang cukup panjang akan menghadapi problematika sendiri ketika tidak mengapresiasikan teori-teori dan eksperimen pendidikan Islam, sebab pendidikan merupakan elan vital dalam transformasi peradaban umat manusia. Pendidikan Islam menciptakan kekuatan-kekuatan yang mendorong untuk mencapai tujuan sekaligus menentukan perencanaan dan arah tujuan sebuah perkembangan. Dengan demikian, dinamika sebuah peradaban mau tidak mau akan melibatkan peranan pendidikan, walaupun dalam kapasitas yang sederhana. Maka tidak berlebihan kiranya, kalau ada sebuah asumsi yang muncul kepermukaan bahwa untuk melihat kemajuan sebuah Negara harus dilihat bagaimana dinamika perkembangan dunia pendidikannya.

Sejalan dengan itu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai manifestasi dari hasil kemampuan berfikir dan nalar manusia berakibat pada perubahan sosial yang menyangkut bidang kehidupan yang luas, tidak saja perubahan dalam tuntutan ekonomi, komunikasi, politik dan lain sebagainya yang selalu aktual bersama dinamika kehidupan. Tapi sektor pendidikan juga ikut bersama-sama dirancang untuk pembangunan sumber daya manusia seutuhnya, karena dunia pendidikan merupakan sebuah usaha yang sengaja diadakan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk membantu anak didik sebagai bagian dari sumberdaya manusia bagi Negara Indonesia masa depan yang memerlukan rancang bangunan secara jelas dan mampu memberikan fasilitas menuju kedewasaan seorang anak didik untuk lebih berkembang dan berkualitas.

Pada dasarnya pendidikan mempunyai arti penting bagi manusia dalam mencapai hidupnya sebagai homo education (manusia pendidikan), manusia memerlukan bantuan dan bimbingan untuk dapat mengembangkan potensinya agar dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal serta mengarah pada tujuan hidup yang hendak dicapai. Untuk mencapai semuanya itu diperlukan proses pendidikan, baik yang bersifat formal, informal atau non formal sebagai rangkaian proses pemberdayaan potensi dan kompetensi individu untuk menjadi manusia yang berkualitas yang berlangsung sepanjang hayat. Proses ini dilakukan tudak sekedar untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat menggali, menemukan dan menempa potensi yang dimiliki, tapi juga untuk mengembangkannya dengan tanpa menghilangkan karakteristik masing-masing sebagai manusia yang beradab. Sebab manusia yang berkualitas adalah manusia yang dapat menggunakan potensi fisik dan non fisiknya untuk melihat dan merespon lingkungan sosialnya. Semakin banyak manusia yang berkualitas dalam makna dapat melihat persoalan yang objektif dan itu kemudian dijadikan landasan untuk mengatasi persoalan, semakin dapat dipastikan bahwa masyarakat kita berjalan secara beradab.

Namun demikian, munculnya globalisasi juga telah menambah masalah baru bagi dunia pendidikan. Bagaimana tidak, di satu sisi sistem pendidikan yang diterapkan harus berimplikasi pada pemupukan nasionalisme peserta didik. Namun di sisi lain hajat pemenuhan kebutuhan pendidikan global harus ditunaikan, agar para lulusannya dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global. Bahkan dewasa ini, dalam dunia pendidikan berkembang sebuah pemikiran tentang pentingnya merubah paradigma pendidikan, karena pendidikan yang ada sekarang dipandang belum mampu mengantarkan murid menjadi manusia yang sesungguhnya. Pendidikan yang seharusnya diartikulasikan sebagai upaya memanusiakan manusia, justru mengarah pada dehumanisasi (tidak berprikemanusiaan), sehingga manusia seperti kehilangan arah dan tujuan hidup, serta semakin teralienasi dari hakikat kemanusiaannya, karena pendidikan hanya dimaknai tidak lebih hanya sebagai transmisi pengetahuan, maka murid gagal menerapkan pengetahuannya di tingkat praksis kehidupan nyata.

Oleh karena itu, sangat penting untuk selalu mempertahankan pendidikan Islam, apalagi di zaman era globalisasi sekarang ini yang selalu mengombang ambingkan arah dan tujuan manusia dalam kehidupannya. Jika sistem pendidikan tidak berlandaskan pada iman dan ilmu, maka tidak akan mampu merealisasikan kebahagiaan hidup manusia dengan sempurna, karena Islam tampil sebagai suatu bentuk intelektual dan spiritual baru yang merupakan hasil perpaduan antara al-Qur’an dan peradaban-peradaban manusia, sementara ilmu dan iman menjadi proses utamanya dalam pendidikan Islam. Islam sangat berhubungan erat dengan pendidikan. Hubungan antara keduanya bersifat organis fungsional, pendidikan berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan Islam, dan Islam menjadi kerangka dasar pengembangan pendidikan Islam, serta memberikan sistem nilai untuk mengembangkan berbagai pemikiran tentang pendidikan Islam.

Dengan sistem seperti ini, pendidikan akan mampu merealisasikan ketenangan dan kemantapan jiwa anak didik serta menghormati kepribadian secara individual. Islam sebagai ajaran yang datang dari Allah SWT, sesungguhnya merefleksikan nilai-nilai pendidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia, sehingga menjadi manusia yang sempurna. Islam sebagai agama yang universal juga telah memberikan pedoman hidup bagi manusia menuju kehidupan bahagia yang pencapaiannya bergantung pada pendidikan, karena pendidikan merupakan kunci penting untuk membuka jalan bagi kehidupan manusia.



Penulis: ALI MAHFUDZ

Pon Pes. Nazhatut Thullab Prajjan Kec. Camplong Kab. Sampang

Read more: http://kafeilmu.co.cc/2011/02/pentingnya-pendidikan-islam-terhadap-pasang-surutnya-iptek#ixzz1Fbw8SezV

Manajemen Emosi ~ BLOG SI KEREN

Manajemen Emosi

Seringkali kita menganggap bahwa emosi adalah hal yang begitu saja terjadi dalam hidup kita. Kita menganggap bahwa perasaan marah, takut, sedih, senang, benci, cinta, antusias, bosan, dan sebagainya adalah akibat dari atau hanya sekedar respon kita terhadap berbagai peristiwa yang terjadi pada kita.

Menurut definisi Daniel Goleman dalam bukunya, Emotional Intelligence, emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sedangkan Anthony Robbins (penulis Awaken the Giant Within) menunjuk emosi sebagai sinyal untuk melakukan suatu tindakan.

Di sini ia melihat bahwa emosi bukan akibat atau sekadar respon, tetapi justru sinyal untuk kita melakukan sesuatu. Jadi dalam hal ini ada unsur proaktif, yaitu kita melakukan tindakan atas dorongan emosi yang kita miliki. Bukannya kita bereaksi atau merasakan perasaan hati atau emosi karena kejadian yang terjadi pada kita.

Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa meskipun ada ratusan jenis emosi, namun ada empat emosi dasar di titik pusatnya (takut, marah, sedih dan senang), dengan berbagai variasi atau nuansanya yang mengembang keluar dari titik pusat tersebut.

Tepi luar ”lingkaran emosi” diisi oleh suasana hati yang secara teknis lebih tersembunyi dan berlangsung jauh lebih lama daripada emosi (misalnya jika suasana hati sedang marah, mudah tersinggung, kejadian kecil yang mengecewakan dapat memicu kemarahan seseorang). Di luar lingkaran suasana hati terdapat temperamen atau watak. Artinya seseorang dalam kondisi selalu dalam suasana hati dengan emosi tertentu, misalnya seseorang dengan temperamen pemarah akan selalu menunjukkan emosi marah setiap saat.

Di luar temperamen, barulah apa yang disebut dengan gangguan emosi seperti: depresi klinis, atau kecemasan yang tidak kunjung reda, kegelisahan dan sebagainya. Emosi secara fisiologis terdapat pada salah satu bagian dari sistem otak yang disebut sistem limbik, yaitu ”otak kecil” di atas tulang belakang, di bawah tulang tengkorak. Sistem limbik ini memiliki tiga fungsi, yaitu mengontrol emosi, mengontrol seksualitas, dan mengontrol pusat-pusat kenikmatan.

Emosi merupakan hal yang paling penting dalam perkembangan otak seseorang. Banyak orang mengira bahwa emosi secara keseluruhan ada di luar kendali dirinya, sehingga berbagai reaksi atas berbagai kejadian hidup terjadi secara spontan. Padahal sesungguhnya kemampuan kita dalam mengendalikan dan mengelola emosi kita merupakan faktor penentu penting keberhasilan atau kesuksesan dalam berbagai aspek kehidupan kita.

Sejak diperkenalkan Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence - EQ) oleh Daniel Goleman pada 1995 tersebut, perhatian masyarakat mulai beralih dari kecerdasan intelektual (IQ) semata kepada kecerdasan emosional. Meskipun sampai saat ini, setidaknya menurut pandangan kami, upaya pendidikan formal masih hanya ditekankan pada penguasaan kecerdasan intelektual - IQ semata.

***

Keterampilan yang berhubungan dengan emosi (dikenal dengan istilah soft-skills) hampir terlupakan dalam sistem dunia pendidikan kita dibandingkan dengan penguasaan ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi (hard-skills). Padahal keberhasilan seseorang amatlah ditentukan oleh kemampuannya menguasai berbagai keterampilan yang berhubungan dengan kecerdasan emosi. Ada ungkapan yang menyatakan bahwa orang tidak akan sukses dalam bidang apa pun kecuali jika ia senang dengan apa yang digelutinya itu.

Pernahkah Anda mengalami tidak menyukai satu mata pelajaran tertentu, atau tidak suka dengan guru yang mengajar mata ajaran tersebut? Saya dapat pastikan bahwa Anda tidak akan memperoleh nilai bagus untuk mata pelajaran itu. Penelitian menunjukkan bahwa emosi biasanya memicu seseorang untuk berprestasi. Oleh karena itu, kecerdasan emosional menjadi lebih penting dibandingkan dengan kecerdasan intelektual atau prestasi akademik. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati (kegembiraan, kesedihan, kemarahan, dan lain-lain) dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan mampu mengendalikan stres.

Kecerdasan emosional juga mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial (social skills). Keterampilan yang berkaitan dengan kecerdasan emosi ini antara lain misalnya: kemampuan untuk memahami orang lain, kepemimpinan, kemampuan membina hubungan dengan orang lain, kemampuan komunikasi, kerja sama tim, membentuk citra diri positif, memotivasi dan memberi inspirasi, dan sebagainya. Sebagian besar yang menentukan kesuksesan seseorang dalam hidup adalah kecerdasan emosional ini atau EQ (emotional intelligence). Orang dengan kecerdasan emosional yang tinggi biasanya menonjol dalam kehidupan nyata, misalnya menjadi pemimpin, memiliki hubungan luas, mudah bergaul, mempunyai karakter yang baik dan disiplin diri, serta memiliki kemampuan-kemampuan dasar untuk mencapai kesuksesan hidup.

Dibanding EQ, kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang kira-kira 20 persen untuk menentukan kesuksesan seseorang.

***

Bisakah kita meningkatkan kecerdasan emosi kita? Para filsuf besar seperti Socrates maupun Lao Tsu menunjukkan bahwa inti kecerdasan emosional adalah kesadaran akan perasaan diri sendiri. Artinya bahwa semakin kita mengenali diri sendiri, semakin meningkatlah kecerdasan emosi kita. Inilah pesan pokok manajemen diri yaitu mengenali dan mengelola diri (termasuk emosi kita), sehingga akhirnya kita dapat meningkatkan kecerdasan emosi kita yang merupakan penunjang keberhasilan kita dalam kehidupan ini.

Berikut ada 7 keterampilan yang perlu kita perhatikan dalam upaya meningkatkan kecerdasan emosional kita:

1. Mengenali emosi diri. Keterampilan ini meliputi kemampuan kita untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya kita rasakan. Setiap kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, kita harus dapat menangkap pesan apa yang ingin disampaikan.

Berikut adalah beberapa contoh pesan dari emosi:
Takut. Emosi ketakutan (termasuk kegelisahan, kecemasan, kekuatiran, teror) merupakan antisipasi ke hal-hal buruk yang mungkin terjadi yang perlu dipersiapkan. Justru jika kita merasa takut kita justru mengirim pesan untuk siap siaga. Ketakutan itu tidak menyelesaikan masalah, tetapi tindakanlah yang mengatasi rasa takut dan masalah yang mungkin terjadi.

Sakit Hati. Perasaan sakit hati merupakan emosi yang paling mendominasi hubungan antarmanusia, baik pribadi maupun profesional. Sakit hati biasanya disebabkan oleh perasaan kehilangan atau memiliki harapan yang belum terpenuhi. Perasaan ini muncul jika mengharapkan orang menepati janji tetapi ingkar. Rasa kehilangan keakraban atau kepercayaan dapat menciptakan sakit hati.

Marah. Termasuk di dalamnya emosi kebencian, kegeraman bahkan mengamuk. Pesan atas kemarahan adalah berarti adanya suatu aturan atau standar penting yang dipegang dalam hidup telah dirusak oleh orang lain atau bahkan oleh diri sendiri. Kemarahan juga bisa diakibatkan oleh ketakutan atau rasa kehilangan yang menumpuk, sehingga meledak menjadi kemarahan. Oleh karena itu penting bagi kita untuk selalu dapat melepaskan emosi negatif sekecil apapun agar tidak meledak menjadi kemarahan yang destruktif bagi diri dan orang lain.

Frustrasi. Kapanpun kita merasa telah terus menerus berusaha tetapi tidak atau belum memperoleh hasil yang kita harapkan, kita cenderung merasakan emosi frustasi. Pesan emosi frustasi adalah sinyal positif, artinya kita percaya bahwa kita dapat melakukan lebih baik dari yang sedang kita lakukan. Kita hanya perlu mengubah pendekatan, persepsi atau perilaku kita terhadap masalah yang kita hadapi atau upaya yang sedang kita lakukan.

Kecewa. Kekecewaan terjadi jika kita merasa bahwa kita gagal atau kehilangan sesuatu selama-lamanya. Pesan emosi kecewa menunjukkan adanya harapan - tujuan yang seharusnya terwujud - mungkin tidak terjadi, sehingga kita perlu mengubah harapan atau menyesuaikan dengan situasi dan mengambil tindakan dan mencapai tujuan baru.

Rasa Bersalah. Perasaan atau emosi ini muncul ketika kita telah melanggar salah satu standar yang kita pegang. Emosi ini nampaknya mudah diatasi ketika kita merasa tidak ada orang lain yang mengetahui pelanggaran yang kita lakukan. Namun sesungguhnya dampaknya sangat berbahaya di masa mendatang, apalagi jika perasaan itu menumpuk dalam bawah sadar. Rasa bersalah yang terus menerus dapat menyebabkan stres dan mengurangi daya tahan tubuh serta menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Oleh karena itu penting sekali untuk segera melepaskan rasa bersalah itu. Kesepian. Perasaan ini muncul ketika kita merasa sendiri atau terpisah dari lingkungan orang lain. Ada dua macam tindakan yang dapat kita lakukan ketika rasa ini muncul. Pertama adalah dengan memanfaatkan emosi kesepian untuk memunculkan energi kreatif yang ada dalam diri kita, sehingga biasanya para seniman atau artis menjadi kreatif ketika mereka merasa kesepian. Hal kedua adalah dengan bertindak untuk mulai membina hubungan baru dengan orang lain. Mengenali emosi diri merupakan bentuk kesadaran diri yang tinggi. Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. Ketidakmampuan untuk mengenali perasaan membuat kita berada dalam kekuasaan emosi kita, artinya kita kehilangan kendali atas perasaan kita yang pada gilirannya membuat kita kehilangan kendali atas hidup kita.

***

2. Melepaskan emosi negatif Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan kita untuk memahami dampak dari emosi negatif terhadap diri kita. Sebagai contoh, keinginan untuk memperbaiki situasi ataupun memenuhi target pekerjaan yang membuat kita mudah marah ataupun frustrasi seringkali justru merusak hubungan kita dengan bawahan maupun atasan serta dapat menyebabkan stres. Jadi selama kita dikendalikan oleh emosi negatif kita justru tidak bisa mencapai potensi terbaik dari diri kita. Oleh karena itu kita membutuhkan keterampilan untuk dapat menghilangkan emosi negatif sebelum perasaan itu merusak kinerja kita atau kinerja organisasi secara keseluruhan. Kebanyakan orang mengatasi emosi negatif dengan mengekspresikannya (expressing limiting emotions) ataupun dengan menahan (suppressing) emosi tersebut.

Kedua hal ini justru malah menimbulkan dampak negatif. Ekspresi dari emosi seringkali bersinggungan dengan hubungan kita dengan orang lain, sehingga semakin ekspresif kita dalam menyatakan emosi semakin merusak hubungan personal maupun profesional kita.

Menahan emosi di lain pihak dapat menyebabkan tekanan atau stres, sehingga pada gilirannya akan merusak diri kita sendiri. Cara terbaik adalah dengan melepaskan emosi negatif (releasing limiting emotions) melalui teknik pendayagunaan pikiran bawah sadar, sehingga kita maupun orang-orang di sekitar kita tidak menerima dampak negatif dari emosi negatif yang muncul. Ketika kita sudah menguasai keterampilan menghilangkan emosi negatif, maka kita dapat meningkatkan kemampuan kita dalam membina hubungan dengan orang lain, berkomunikasi, kita menjadi semakin optimistis, percaya diri, mudah menyesuaikan diri dan sebagainya.

***

3. Mengelola emosi diri sendiri. Kita jangan pernah menganggap emosi negatif atau positif itu, baik atau buruk. Emosi adalah sekadar sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan untuk mengatasi penyebab munculnya perasaan itu. Jadi emosi adalah awal bukan hasil akhir dari kejadian atau peristiwa. Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi dapat membantu kita mencapai kesuksesan. Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu: pertama adalah menghargai emosi dan menyadari dukungannya kepada kita. Kedua berusaha mengetahui pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini sebelumnya.

Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya. Kemampuan kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri (self controlled) yang paling penting dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan sebaliknya.

4. Memotivasi diri sendiri Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri (achievement motivation) dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional - menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati - adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Keterampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.

5. Mengenali emosi orang lain Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang dirasakan orang lain. Penguasaan keterampilan ini membuat kita lebih efektif dalam berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut Covey sebagai komunikasi empatik. Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti. Keterampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan manusia secara efektif.

***

6. Mengelola emosi orang lain. Jika keterampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan antarpribadi, maka keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam membina hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antarmanusia. Keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antarpribadi yang kokoh dan berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antarkorporasi atau organisasi sebenarnya dibangun atas hubungan antarindividu. Semakin tinggi kemampuan individu dalam organisasi untuk mengelola emosi orang lain (baca: membina hubungan yang efektif dengan pihak lain) semakin tinggi kinerja organisasi itu secara keseluruhan.

7. Memotivasi orang lain Keterampilan memotivasi orang lain adalah kelanjutan dari keterampilan mengenali dan mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan kepemimpinan, yaitu kemampuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan membangun kerja sama tim yang tangguh dan handal. Jadi sesungguhnya ketujuh keterampilan ini merupakan langkah-langkah yang berurutan. Kita tidak dapat memotivasi diri sendiri kalau kita tidak dapat mengenali dan mengelola emosi diri sendiri. Setelah kita memiliki kemampuan dalam memotivasi diri, barulah kita dapat memotivasi orang lain. ***


Sumber: www.sinarharapan.co.id

Kamis, 17 Februari 2011

Langkah/Cara Menyusun dan Membuat Silabus Pendidikan Berkarakter.

Bagi guru pemula bahkan mungkin mahasiswa keguruan, menyusun silabus adalah hal baru yang sangat sulit untuk dibayangkan wujudnya. Pada materi kuliah untuk pengembangan kurikulum, pastilah diberi materi tentang menyusun silabus. Akan tetapi, tidak sedikit yang mengalami kesulitan pada waktu menyusunnya agar sesuai dengan kebutuhan kurikulum sekarang ini, yaitu kurikulum KTSP atau kurikulum 2006.
Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan silabus? Agar lebih mudah untuk mendapatkan gambaran tentang silabus, Kenneth Croft (1980) mengadopsi pendapat dari makalah milik McKay tentang silabus. McKay menyatakan bahwa “….a syllabus provides a focus for what should be studied, a long with a rasionale for how the content should be selected and ordered.” Dengan kata lain, sebuah silabus memberikan fokus mengenai apa yang harus dipelajari, serta penjelasan mengenai bagaimana konten harus dipilih dan disusun.
Jadi apabila seorang pengajar akan memberikan materi pembelajaran atau melaksanakan kegiatan belajar mengajar, maka harus mempersiapkan silabus agar dapat memberikan alur yang  jelas dan pasti bagi peserta didik tentang materi yang diberikan beserta kemampuan yang harus dicapai.
Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses menyatakan bahwa silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), materi pembelajaran/tema pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
Perkembangan silabus yang baru, harus memasukkan unsur pendidikan karakter di dalamnya, serta direncanakan untuk dimasukkan sebagai nilai-nilai perilaku yang harus ditanamkan kepada siswa. Mengapa nilai-nilai perilaku? Karena karakter sendiri berarti nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat istiadat, dan estetika. Menurut Koesoema (2007) dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Karakter”, memberikan gambaran tentang karakter sebagai berikut:
“Disini, istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir.”
Pendidikan karakter berarti suatu sistem penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga manjadi insan kamil (sempurna). Kaitannya dengan penyusunan silabus, pendidikan karakter atau penanaman nilai-nilai tersebut semakin diperjelas dalam bagian isi silabus. Seperti yang telah diungkapkan oleh Koesoema tentang makna karakter yang dianggap sama dengan kepribadian, maka pendidikan karakter hampir sama pula dengan mengajarkan kepribadian.
Langkah-langkah menyusun silabus adalah sebagai berikut:
  1. Petakan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
  2. Pilihlah dan tentukan materi pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar dengan mengacu atau  menggunakan sumber belajar
  3. Merancang kegiatan pembelajaran dengan mengggunakan metode pembelajaran yang sudah banyak digunakan. Buatlah kegiatan pembelajaran tersebut semenarik mungkin dan dapat memotivasi siswa untuk siap belajar.
  4. Tentukan indikator pencapaian agar lebih mudah merancang penilaiannya.
  5. Susunlah penilaian dengan menyertakan teknik yang digunakan, bentuk instrumen, dan berikan contoh soal.
  6. Alokasikan waktu kegiatan pembelajaran. Sesuaikan dengan materi yang akan diberikan.
  7. Masukkan sumber belajar. Sumber belajar dapat berupa buku yang digunakan, CD, kaset, atau website.
  8. Dan terakhir tentukan nilai karakter apa yang harus ditanamkan melalui materi yang diberikan tersebut.

Kamis, 27 Januari 2011

KEMAKSIATAN DAN PENGARUHNYA





Sesungguhnya seorang hamba jika melakukan dosa, maka terbentuklah noda hitam dalam hatinya. Jika ia melepaskan dosa, istighfar dan taubat, bersihlah hatinya. Ketika mengulangi dosa lagi, bertambahlah noda hitamnya, sehingga menguasai hati. Itulah Roon (rona) yang disebutkan dalam Al-Qur’an, “Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (HR At-Tirmidzi).
Maksiat dan dosa mempunyai pengaruh yang sangat dahsyat dalam kehidupan umat manusia. Bahayanya bukan hanya berpengaruh di dunia tetapi sampai dibawa ke akhirat. Bukankah Nabi Adam a.s. dan istrinya Siti Hawwa dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke dunia karena dosa yang dilakukannya? Dan demikianlah juga yang terjadi pada umat-umat terdahulu.
Disebabkan karena dosa, penduduk dunia pada masa Nabi Nuh a.s. dihancurkan oleh banjir yang menutupi seluruh permukaan bumi. Karena maksiat, kaum ‘Aad diluluhlantakkan oleh angin puting beliung. Karena ingkar pada Allah, kaum Tsamud ditimpa oleh suara yang sangat keras memekakkan telinga sehingga memutuskan urat-urat jantung mereka dan mati bergelimpangan. Karena perbuatan keji kaum Luth, buminya dibolak-balikkan dan semua makhluk hancur, sampai malaikat mendengar lolongan anjing dari kejauhan. Kemudian diteruskan dengan hujan bebatuan dari langit yang melengkapi siksaan bagi mereka. Dan kaum yang lain akan mendapatkan siksaan yang serupa. Jika tidak terjadi di dunia, maka di akhirat akan lebih pedih lagi. (Al-An’am: 6)
Desember 2005 dunia juga baru menyaksikan musibah yang maha dahsyat terjadi di Asia: Tsunami menghancurkan ratusan ribu umat manusia. Terbesar menimpa Aceh. Semua itu harus menjadi pelajaran yang mendalam bagi seluruh umat manusia, bahwa Allah Maha Kuasa. Disebutkan dalam musnad Imam Ahmad dari hadits Ummu Salamah, Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Jika kemaksiatan sudah mendominasi umatku, maka Allah meratakan adzab dari sisi-Nya”. Saya berkata, “Wahai Rasulullah, bukankah di antara mereka ada orang-orang shalih?” Rasulullah menjawab,”Betul.” “Lalu bagaimana dengan mereka?” Rasul menjawab, “Mereka akan mendapat musibah sama dengan yang lain, kemudian mereka mendapatkan ampunan dan keridhaan Allah.”
Akar Kemaksiatan
Semua kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia, baik yang besar maupun yang kecil, bermuara pada tiga hal. Pertama; terikatnya hati pada selain Allah, kedua; mengikuti potensi marah, dan ketiga; mengikuti hasrat syahwat. Ketiganya adalah syirik, zhalim, dan keji. Puncak seseorang terikat pada selain Allah adalah syirik dan menyeru pada selain Allah. Puncak seseorang mengikuti amarah adalah membunuh; dan puncak seseorang menuruti syahwat adalah berzina. Demikianlah Allah swt. menggabungkan pada satu ayat tentang sifat ‘Ibadurrahman, ”Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (Al-Furqaan: 68)
Dan ciri khas kemaksiatan itu saling mengajak dan mendorong untuk melakukan kemaksiatan yang lain. Orang yang berzina maka zina itu dapat menyebabkan orang melakukan pembunuhan; dan pembunuhan dapat menyebabkan orang melakukan kemusyrikan. Dan para pembuat kemaksiatan saling membantu untuk mempertahankan kemaksiatannya. Setan tidak akan pernah diam untuk menjerumuskan manusia untuk melakukan dosa dan kemaksiatan. Setan senantiasa mengupayakan tempat-tempat yang kondusif untuk menjadi sarang kemaksiatan.
Oleh karena itu agar terhindar dari jebakan kemaksiatan, manusia harus melakukan lawan dari ketiganya, yaitu: pertama; menguatkan keimanan dan hubungan hati dengan Allah swt. dengan senantiasa mengikhlaskan segala amal perbuatan hanya karena Allah. Kedua; mengendalikan rasa marah, karena marah merupakan pangkal sumber dari kezhaliman yang dilakukan oleh manusia. Dan ketiga; menahan diri dari syahwat yang menggoda manusia sehingga tidak jatuh pada perbuatan zina.
Pengaruh Maksiat
Seluruh manusia mengakui bahwa kesalahan yang terkait dengan hubungan antar manusia di dunia secara umum dapat mengakibatkan kerusakan secara langsung. Orang-orang yang membabat hutan hingga gundul akan menyebabkan kerusakan lingkungan, longsor, dan kebanjiran. Sopir yang mengendalikan mobilnya secara ugal-ugalan dan melintasi rel kereta yang dilalui kereta, berakibat sangat parah, ditabrak oleh kereta. Orang yang membunuh orang tanpa hak, maka dia akan senantiasa dalam kegelisahan dan penderitaan. Orang yang senantiasa bohong, hidupnya tidak akan merasa tenang.
Dan pada dasarnya pengaruh kesalahan, dosa, dan kemaksiatan bukan saja yang terkait antar sesama manusia, tetapi antara manusia dengan Allah. Siapakah orang yang paling zhalim, ketika mereka diberi rezki oleh Allah dan hidup di bumi Allah kemudian menyekutukan Allah, tidak mentaati perintah-Nya, dan melanggar larangan-Nya. Jika kesalahan yang dibuat antar sesama manusia akan menimbulkan bahaya, maka kesalahan akibat tidak melaksanakan perintah Allah atau melanggar larangan-Nya, maka akan lebih berbahaya lagi, di dunia sengsara dan di akhirat disiksa. “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Beberapa pengaruh maksiat diantaranya:
1. Lalai dan keras hati
Al-Qur’an menyebut bahwa orang-orang yang bermaksiat hatinya keras membatu. “Karena mereka melanggar janjinya, kami kutuki mereka, dan kami jadikan hati mereka keras membatu. mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka Telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ma-idah: 13)
Berkata Ibnu Mas’ud r.a., “Saya menyakini bahwa seseorang lupa pada ilmu yang sudah dikuasainya, karena dosa yang dilakukan.”

Orang yang banyak berbuat dosa, hatinya keras, tidak sensitif, dan susah diingatkan. Itu suatu musibah besar. Bahkan disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa orang yang senantiasa berbuat dosa, hatinya akan dikunci mati, sehingga keimanan tidak dapat masuk, dan kekufuran tidak dapat keluar.
2. Terhalang dari ilmu dari rezeki
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba diharamkan mendapat rezeki karena dosa yang dilakukannya” (HR Ibnu Majah dan Hakim)
Berkata Imam As-Syafi’i, “Saya mengadu pada Waqi’i tentang buruknya hafalanku. Beliau menasihatiku agar meninggalkan maksiat. Dan memberitahuku bahwa ilmu adalah cahaya. Dan cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat.”
Orang yang banyak melakukan dosa waktunya banyak dihabiskan untuk hal-hal yang sepele dan tidak berguna. Tidak untuk mencari ilmu yang bermanfaat, tidak juga untuk mendapatkan nafkah yang halal. Banyak manusia yang masuk dalam model ini. Banyak yang menghabiskan waktunya di meja judi dengan menikmati minuman haram dan disampingnya para wanita murahan yang tidak punya rasa malu. Sebagian yang lain asyik dengan hobinya. Ada yang hobi memelihara burung atau binatang piaraan yang lain. Sebagian lain, ada yang hobi mengumpulkan barang antik meski harus mengeluarkan biaya tak sedikit. Sebagian yang lain hobi belanja atau sibuk bolak-balik ke salon kecantikan. Seperti itulah kualitas hidup mereka.
3. Kematian hati dan kegelapan di wajah
Berkata Abdullah bin Al-Mubarak, “Saya melihat dosa-dosa itu mematikan hati dan mewariskan kehinaan bagi para pelakunya. Meninggalkan dosa-dosa menyebabkan hidupnya hati. Sebaik-baiknya bagi dirimu meninggalkannya. Bukankah yang menghancurkan agama itu tidak lain para penguasa dan ahli agama yang jahat dan para rahib.”
Sungguh suatu musibah besar jika hati seseorang itu mati disebabkan karena dosa-dosa yang dilakukannya. Dan perangkap dosa yang dikejar oleh mayoritas manusia adalah harta dan kekuasaan. Mereka mengejar harta dan kekuasaan seperti laron masuk ke kobaran api unggun.
Tanda seorang bergelimangan dosa terlihat di wajahnya. Wajah orang-orang yang jauh dari air wudhu dan cahaya Al-Qur’an adalah gelap tidak enak dipandang.
4. Terhalang dari penerapan hukum Allah
Penerapan hukum Allah berupa syariat Islam di muka bumi adalah rahmat dan karunia Allah dan memberikan keberkahan bagi penduduknya. Ketika masyarakat banyak yang melakukan kemaksiatan, maka mereka akan terhalang dari rahmat Islam tersebut. (Lihat Al-Maa-idah: 49 dan Al-A’raaf: 96)
5. Hilangnya nikmat Allah dan potensi kekuatan
Di antara nikmat yang paling besar yang diberikan Allah kepada hamba-Nya adalah pertolongan dan kemenangan. Sejarah telah membuktikan bahwa pertolongan Allah dan kemenangan-Nya diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang taat. Sebaliknya, kekalahan dan kehancuran disebabkan karena maksiat dan ketidaktaatan.
Kisah Perang Uhud harus menjadi pelajaran bagi orang-orang beriman. Ketika sebagian pasukan perang sibuk mengejar harta rampasan dan begitu juga pasukan pemanah turun gunung ikut memperebutkan harta rampasan. maka terjadilah musibah luar biasa. Korban berjatuhan di kalangan umat Islam. Rasulullah saw. pun berdarah-darah.
Kisah penghancuran Kota Baghdad oleh pasukan Tartar juga terjadi karena umat Islam bergelimang kemaksiatan. Khilafah Islam pun runtuh, selain dari faktor adanya konspirasi internasional yang melibatkan Inggris, Amerika Serikat, dan Israel, karena umat Islam berpecah belah dan kemaksiatan yang mereka lakukan.
Umar bin Khattab berwasiat ketika melepas tentara perang: ”Dosa yang dilakukan tentara (Islam) lebih aku takuti dari musuh mereka. Sesungguhnya umat Islam dimenangkan karena maksiat musuh mereka kepada Allah. Kalau tidak demikian kita tidak mempunyai kekuatan, karena jumlah kita tidak sepadan dengan jumlah mereka, perlengkapan kita tidak sepadan dengan perlengkapan mereka. Jika kita sama dalam berbuat maksiat, maka mereka lebih memiliki kekuatan. Jika kita tidak dimenangkan dengan keutamaan kita, maka kita tidak dapat mengalahkan mereka dengan kekuatan kita.”
Oleh karena itu umat Islam dan para pemimpinnya harus berhati-hati dari jebakan-jebakan cinta dunia dan ambisi kekuasaan. Jauhi segala harta yang meragukan apalagi yang jelas haramnya. Karena harta yang syubhat dan meragukan, tidak akan membawa keberkahan dan akan menimbulkan perpecahan serta fitnah. Kemaksiatan yang dilakukan oleh individu, keluarga, dan masyarakat akan menimbulkan hilangnya nikmat yang telah diraih dan akan diraih. Dan melemahkan segala potensi kekuatan. Waspadalah!

Rabu, 12 Januari 2011

Analisa SETAN Indonesia

Waktu gue nonton film Pocong 3 beberapa bulan lalu, ada adegan di mana si pocong berantem sama kuntilanak merah. Adegan berantemnya gak dikasih liat, tapi kalau begini mah udah jelas yang menang. Coba bayangin yang satu tangannya diiket, kalau bergerak harus lompat dulu, yang satu lagi rambutnya panjang dan bebas keliaran kemana aja. Ini jelas tidak fair! (emosi).
Maka, inilah waktunya gue sebagai mahasiswa Politik Universitas Indonesia unjuk gigi dan menganalisa setan Indonesia yang sering muncul di tipi berdasarkan keseramannya. Iya, emang gak nyambung sama jurusannya, tapi.. EMANG GUE PIKIRIN, NYET! Ehm, ini dia.. Analisa Setan Indonesia by Prof. Dr. Raditya Dika, M.Gt (maha ganteng)..

Pocong
Memang kasian sekali setan yang satu ini. Udah mati, bau, didandanin kayak permen pula. Sampai sekarang pocong masih bertanya dengan kritis, “Kenapa kalo gue udah mati tangan masih diiket juga?”. Pocong mungkin salah satu setan yang paling dirugikan: engga bisa nyetir, engga bisa maen Dance Dance Revolution, dan kalau kesenggol dikit guling-guling. Kasian deh.
Tingkat keseraman: 4  

Suster Ngesot
Si suster yang satu ini sudah terlebih dahulu terkenal di dunia perhorroan. Kekuatan terbesarnya adalah jika sakit dapat mengobati dirinya sendiri.. namanya juga suster! Sayangnya, si suster tidak bisa punya hobi naik gunung. Cobain aja sendiri ngesot sambil ngedaki Gunung Salak. Buntung, buntung deh lo.
Tingkat keseraman: 7  

Tuyul



Botak, kecil, dan menyerupai klitoris. Tuyul memang tidak bisa dianggap remeh. Tubuhnya yang kecil memungkinkan dia untuk menyelinap ke mana saja. Lari dengan lincah. Kalau ngelepas baju (kayak di Tuyul dan Mbak Yul), bisa tidak terlihat dari mata manusia. Sayangnya, kelemahan tuyul yang paling kentara adalah suka bermain Yuyu Kangkang. Tuyul juga terkenal mata duitan, makanya ada beberapa Tuyul yang menjadi pejabat negara.
Tingkat keseraman: 8

Cinta Laura



Berwajah manis seperti kumis, Cinta Laura mungkin tidak terlihat menyeramkan bagi sebagaian orang. Tapi, begitu dia membuka mulutnya untuk berbicara, di sinilah keseraman terjadi. Mulutnya tiba-tiba mencong kayak ikan mas sumbing. Lalu begitu dia berbicara, terdengar aksen yang katanya Mama Loreng (sodara tirinya Mama Lauren) merupakan aksen dari dunia hantu, seperti, ‘Hay akhyuuu cinta lauraaaa.. oeeek.. oeeeek.. oeeek.. akyuuuu abegeyyy gahuull gichu locchhh.. kikikikikiki’. Di daerah Banten sana, dikabarkan beberapa orang kesurupan setiap Cinta Laura berbicara di televisi. MENYERAMKAN!
Tingkat keseraman: 0 (kalo diem aja) ; 17,2 miliyar (kalo ngomong)


sumber: http://radityadika.com/analisa-setan-indonesia/

Ada yang mau menganalisa setan lainnya?
Bagaimana dengan SETAN POHON JENGKOL..???