This is default featured post 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured post 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured post 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured post 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
This is default featured post 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.
Selasa, 23 November 2010
Rabu, 17 November 2010
SEJARAH DEFENISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Definisi awal Teknologi Pendidikan dipandang sebagai media
Teknologi Pendidikan adalah suatu cara yang sistematis dalam mendesain, melaksanakan, dan mengealuasi proses keseluruhan dari belajar dan pembelajaran dalam betuk tujuan pembelajaran yang spesifik, berdasarkan penelitian dalam teori belajar dan komunikasi pada manusia dan menggunakan kombinasi sumber-sumber belajar dari manusia maupun non manusia untuk membuat pembelajaran lebih efektif.
Definisi teknologi pendidikan pada awal tahun 1920 dipandang sebagai media. Akar terbentuknya pandangan ini terjadi ketika pertama kali diproduksi media pendidikan pada awal abad dua puluhan. Media ini, sebagai media pembelajaran visual yang berupa film, gambar dan tampilan yang mulai ramai pada tahun 1920. definisi formal pembelajaran visual terfokus pada media yang digunakan untuk menampilkan sebuah pelajaran. Pandangan ini berlanjut sampai 1950.
Tahun 1960 dan 1970 Teknologi Pendidikan dipandang sebagai suatu proses.
Awal tahun 1950, khususnya selama tahun 1960 dan 1970 sejumlah ahli dalam bidang pendidikan mulai mendiskusiakan teknologi pendidikan dalam suatu yang berbeda. Mereka membahasnya sebagai suatu proses. Contohnya Finn (1960) mengatakan bahwa teknologi pendidikan harus dipandang sebagai suatu cara untuk melihat masalah pendidikan dan mneguji kemungkinan solusi dari masalah tersebut. Sedangkan Lumsdaine (1964) mengatakan bahwa teknologi pendidikan dapat dijadikan aplikasi ilmu pengetahuan pada praktek pendidikan. Pada tahun 1960an dan 1970 banayak definisi teknologi pendidikan yang dipandang sebagai suatu proses.
Definisi 1963
Di tahun 1963, definisi teknologi pendidikan digambarkan bukan hanya sebagai sebuah media. Definisi ini (Ey, 1963) menghasilkan dengan suatu komisi pengawas yang dibentuk olep Departemen Pendidikan Audiovisual (sekarang dikenal sebagai Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan). Hal ini merupakan suatu hal yang berangkat dari pandangan “tradisional” terhadap teknologi pendidikan. Definisi kini lebih memusat pada desain pembelajaran dan penggunaan media sebagai pengendalian proses belajar (p. 38). Lebih dari itu pengertian kini lebih menganali serangkaian langkah-langkah penerapan, perancangan, dan penggunaan. Langkah-langkah ini mencakup perencanaan, produksi, pemilihan, pemanfaatan, dan manajemen. Perubahan disini mencerminkan bahwa, bagaimana lingkungan dan kemajuan zaman dapat mengubah sebuah definisi dan praktek dari teknologi pendidikan.
Definisi 1970
Definisi selanjutnya merupakan definisi tahun 1970-an yang dikeluarkan oleh Komisi Pengawas Teknologi Pendidikan. Komisi pengawas ini dibentuk dan dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat untuk menguji permasalahan dan manfaat potensial yang berhubungan dengan teknologi pendidikan di sekolah-sekolah.
Teknologi pendidikan adalah suatu cara yang sistematis dalam mendesain, melaksanakan, dan mengevaluasi proses keseluruhan dari belajar dan pembelajaran dalam bentuk tujuan pembelajaran yang spesifik, berdasarkan penelitian dalam teori belajar dan komunikasi pada manusia dan mengunakan kombinasi sumber-sumber belajar dari manusia maupun non manusia untuk membuat pembelajaran lebih efektif.
Jadi menurut konsep ini tujuan utama teknologi pembelajaran adalah membuat agar suatu pembelajaran lebih efektif. Bagaimana hal itu dilakukan? Dengan cara mendesain, melaksanakan dan mengevaluasi secara sistematis berdasarkan teori komunikasi dan belajar tentunya, serta memanfaatkan segala sumber baik yang bersifat manusia maupun non manusia, dengan demikian, sejak tahun 1970an, sudah ada pandangan bahwa manusia (dalam hal ini guru) bukanlah satu-satunya sumber belajar.
Definisi 1977
Teknologi Pendidikan adalah proses kompleks yang terintegerasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana dan organisasi untuk menganalisa masalah dan merancang. Melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar manusia.
Definisi 1994
Teknologi instruksional adalah praktek dalam mendesain, mengembangkan, memanfaatkan, mengelola dan menilai proses-proses maupun sumber-sumber balajar.
Definisi ini lebih operasional dari pada rumusan tahun 1977 yang terlalu rumit, definisi ini menegaskan bahwa adanya lima dominant teknologi pembelajaran, yaitu kawasan desain, kawasan pengemabangan, kawasan pemanfaatan, kawasan pengelolaan, dan kawasan penilaian baik untuk proses maupun sumber belajar, seorang teknolog pembelajaran bias saja memfokuskan bidang garapannya dalam salah satu kawasan tersebut.
Definisi baru : menyatakan peran media, desain pembelajaran sistematis, dan pendayagunaan teknologi.
Bidang teknologi dan desain pembelajaran mencakup analisis pembelajaran dan pencapaian masalah serta rancangan, pengembangan, pemanfaatan, evaluasi, manajemen, pembeljaaran, proses non pembelajaran untuk meningkatkan pencapaian pelajaran dalam berbagai peraturan, bidang pendidikan dan tempat kerja.
Para ahli bidang desain pembelajaran dan teknologi sering menggunakan prosedur desain pembelajaran yang sistematis dari berbagai media pembelajaran untuk menyelesaikan tujuan mereka.
Definisi ini menggaris bawahi dua praktek yaitu penggunaan media untuk tujuan pendidikan dan penggunaan prosedur desain pembelajaran yang sistematis.
Mengapa kita menyebutnya desain pembelajaran dan teknologi ?
Definisi berbeda dari yang sebelumnya. Lebih mengacu pada bidang desain pembelajaran dan teknologi dibandingkan dengan teknologi pembeljaaran. Mengapa kebanyakan individu menggambarkan istilah teknologi pembelajaran dengan komputer, video, OHP, dan segala jenis hardware dan software lainnya yang berhubungan dengan media pembelajaran. Dengan kata lain banyak individu yang menyamakan teknologi pembelajaran dengan desain pembelajaran. Praktek desain pembelajaran sudah meletus sehingga banyak digunakan oleh individu yang menyebut diri mereka perancang pembelajaran.
Teknologi pendidikan adalah kajian dan praktek untuk membantu proses belajar dan meningkatkan kinerja dengan membuat, menggunakan, dan mengelola proses dan sumber teknologi yang memadai. Istilah teknologi pendidikan sering dihubungkan dengan teori belajar dan pembelajaran. Bila teori belajar dan pembelajaran mencakup proses dan sistem dalam belajar dan pembelajaran, teknologi pendidikan mencakup sistem lain yang digunakan dalam proses mengembangkan kemampuan manusia.
Selasa, 09 November 2010
Karya Tulis Ilmiah Guru
Manajemen Pendidikan, Problematika dan Tantangannya
Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) masyarakat bangsa tersebut. Kualitas SDM tergantung pada tingkat pendidikan masing-masing individu pembentuk bangsa. Pendidikan yang visioner, memiliki misi yang jelas akan menghasilkan keluaran yang berkualitas. Dari sanalah
pentingnya manajemen dalam pendidikan diterapkan. Manajemen pendidikan untuk saat ini merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan keluaran yang diinginkan.
Kenyataan yang ada, sekarang ini banyak institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas.
Hal ini mengakibatkan sasaran-sasaran ideal pendidikan yang seharusnya bisa dipenuhi ternyata tidak bisa diwujudkan. Parahnya terkadang para pengelola pendidikan tidak menyadari akan hal itu, oleh karena itu, tulisan ini akan sedikit mengulas tentang problematika, tantangan serta isu-isu yang berkaitan dengan manajemen pendidikan.
Definisi Manajemen
Sebagaimana dicatat dalam Encyclopedia Americana manajemen merupakan "the art of coordinating the ele-ments of factors of production towards the achievement of the purposes of an organization", yaitu suatu seni untuk mengkoordinir sumberdaya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (www.bpkpenabur.or.id). Sumberdaya organisasi tersebut meliputi manusia(men), bahan baku(ma-terials) dan mesin (machines).Koordinasi dimaksudkan agar tujuan organisasi bisa dicapai dengan efisien sehingga dapat memenuhi harapan berbagai pihak (stake-holders) yang mempunyai kepentingan terhadap organisasi.
Pendidikan
Pendidikan merupakan setiap proses di mana seseorang memperoleh pengetahuan (knowledge acquisition), mengembangkan kemampuan/keterampilan (skills developments) sikap atau mengubah sikap (attitute change). Pendidikan adalah
1 suatu proses transformasi anak didik agar mencapai hal _hal tertentu sebagai akibat proses pendidikan yang diikutinya Sebagai bagian dari masyarakat, pendidikan memiliki fungsi ganda yaitu fungsi sosial dan fungsi individual. Fungsi sosialnya untuk membantu setiap individu menjadi anggota masyarakat yang lebih efektif dengan memberikan pengalaman kolektif masa lalu dan sekarang, sedangkan fungsi individualnya untuk memungkinkan seorang menempuh hidup yang lebih memuaskan dan lebih produktif dengan menyiapkannya
untuk menghadapi masa depan (pengalaman baru). Fungsi tersebut dapat dilakukan secara formal seperti yang terjadi di berbagai lembaga pendidikan, maupun informal melalui berbagai kontak dengan media informasi seperti buku, surat kabar, majalah, TV, radio dan sebagainya.
Manajemen Pendidikan
Dari pengertian diatas, manajemen pendidikan merupakan suatu proses untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, dsb untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan.
Tujuan pendidikan sebagaimana tertuang pada UU Nomor 2 tahun 1989 pasal 4, antara lain dirumuskan : "Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan".
Sasaran pendidikan secara makro sebagaimana yang terdapat dalam lembagalembaga pendidikan dapat diklasifikasikan pada beberapa hal, antara lain akuisisi pengetahuan (sasaran kognitif), pengembangan keterampilan/kemampuan (sasaran motorik) dan pembentukan sikap (sasaran afektif).
Sasaran sasaran makro ini kemudian diterjemahkan dalam berbagai bentuk sasaran mikro yang dapat diukur secara rinci dan spesifik berupa apa yang diharapkan dari hasil belajar mengajar. Salah satu sasaran yang dapat diukur untuk sasaran kognitif adalah nilai hasil akhir belajar (NEM) dan perankingan sebagai implikasi dari NEM.
Untuk sasaran motorik, terkait dengan apa yang telah dihasilkan oleh siswa, sedangkan untuk sasaran afektif, terkait dengan perubahan sikap/perilaku siswa setelah proses belajar mengajar. Oleh karena itu, pendidikan pun memerlukan adanya manajemen pendidikan yang berupaya mengkoordinasikan semua elemen pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagaimana pada manajemen secara umum, manajemen pendidikan meliputi empat hal pokok, yaitu perencanaan pendidikan, pengorganisasian pendidikan, penggiatan pendidikan, dan pengendalian atau pengawasan pendidikan. Secara umum terdapat sepuluh komponen utama pendidikan, yaitu: peserta didik, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, paket instrusi pendidikan, metode pengajaran (dalam proses belajar mengajar), kurikulum pendidikan, alat instruksi & alat penolong instruksi, fasilitas pendidikan, anggaran pendidikan, dan evaluasi pendidikan.
Perencanaan pendidikan dimaksudkan untuk mempersiapkan semua komponen pendidikan, agar dapat terlaksana proses belajar mengajar yang baik dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengorganisasian pendidikan ditujukan untuk menghimpun semua potensi komponen pendidikan dalam suatu organisasi yang
sinergis untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya.
Penggiatan pendidikan merupakan pelaksanaan dari penyelenggaraan pendidikan yang telah direncanakan dan dilaksanakan oleh organisasi penyelenggara pendidikan dengan memparhatikan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Sedangkan pengendalian pendidikan dimaksudkan untuk menjaga agar
penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan sesuai yang direncanakan dan semua komponen pendidikan digerakkan secara sinergis dalam proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Semua hal pokok tersebut ditujukan untuk menghasilkan keluaran secara optimal seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan pendidikan.
Oleh karena itu, manajemen pendidikan dalam perkembangannya memerlukan apa yang dikenal dengan Good Management Practice untuk pengelolaannya. Tetapi pada prakteknya, Good management practice dalam pendidikan masih merupakan suatu hal yang elusif. Banyak penyelenggara pendidikan yang beranggapan bahwa manajemen pendidikan bukanlah suatu hal yang penting, karena kesalahan persepsi yang menganggap bahwa domain manajemen adalah bisnis.
Setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan keberhasilan Good Management Practice dalam pendidikan, beberapa hal tersebut teringkas dalam item-item sebagai berikut :
1. Sasaran Pendidikan: Aspek afektif
Salah satu isu utama keberhasilan pendidikan adalah sejauh mana tingkat afektifitas yang dimiliki oleh anak didik. Apakah anak didik akan menjadi lebih saleh, lebih berbudi pekerti, memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Hal itulah yang seharusnya menjadi tantangan yang harus dijawab oleh pendidikan.
Fenomena yang ada berupa maraknya tawuran, konsumsi narkoba dan jual beli ujian di sekolah membuktikan bahwa sasaran afektif masih terabaikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Baik dalam pendidikan yang berbasis agama maupun tidak. Perilaku dan sikap anak di berbagai lembaga pendidikan berbasis agama tidaklah berbeda signifikan dengan mereka yang bersekolah di sekolah non agama. Padahal aspek afektifitas inilah yang seharusnya menjadi nilai jual lebih lembaga pendidikan berbasis agama dibandingkan lembaga pendidikan berbasis non agama.
Fenomena tersebut muncul karena sekolah hanya menanamkan nilai-nilai skolastik secara teoritis saja, tanpa disertai dengan praktek langsung terhadap nilai-nilai tersebut. Dalam hal ini sasaran afektif yang ingin dicapai tidak dijabarkan secara nyata dalam kehidupan para anak didik. Sehingga Banyak institusi pendidikan berbasis agama berhasil menempatkan anak didiknya dalam posisi terhomat dari segi skolastik, namun,
di balik sukses ini justru terjadi kegagalan besar dalam membentuk anak sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai kepedulian besar terhadap orang lain, masyarakat sekitar dan isu-isu sosial yang berkembang dalam masyarakat.
2. Manajemen Guru
Guru sebagai salah satu sumber daya terpenting pendidikan, sampai saat ini masih merupakan sumber daya yang undermanaged atau bahkan mismanaged. Pimpinan pendidikan pada umumnya masih melihat guru sebagai faktor produksi saja. Padahal manajemen guru, adalah suatu hal yang bisa dikatakan sangat penting untuk keberhasilan suatu pendidikan. Manajemen guru harus diatur mulai dari proses seleksi dan rekrutmen guru, proses pengembangan kemampuan guru sebagai tenaga pengajar sampai pada proses motivasi guru agar dapat mempunyai komitmen tinggi.
Parahnya guru diperlakukan dapat kita ketahui di berbagai media masa. Mulai dari gaji yang tidak cukup untuk hidup layak sampai tidak adanya jaminan kesehatan apalagi jaminan hari tua. Tidak sedikit guru yang kemudian bekerja sambilan sebagai tukang ojek. Tidaklah juga mengherankan kalau ada di antara mereka yang melakukan tindakan tidak terpuji seperti menjual soal ujian dan sebagainya. Pihak penyelenggara pendidikan lebih mementingkan surplus sekolah ketimbang meningkatkan kesejahteraan guru. Padahal pendidikan dan keberhasilan pendidikan mencapai sasaran amat ditentukan oleh guru.
3. Peningkatan Pengawasan
Dalam manajemen pendidikan, fungsi pengawasan sepertinya menempati posisi terlemah. Hal ini bisa kita lihat pada misalnya hampir tidak adanya upaya untuk menganalisis mengapa NEM terus merosot dari tahun ke tahun atau mengapa jumlah siswa merosot padahal biaya pendidikan sudah relatif murah. Selama ini, kegiatan pengawasan hanya difokuskan kepada presensi guru dan murid. Walaupun hal itu penting, namun lebih banyak aspek pendidikan yang berkaitan dengan pencapaian sasaran yang masih luput dari pengawasan.
4. Manajer Pendidikan
Keberhasilan manajemen pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peran serta manajer/pengelola pendidikan. Selama ini yang kita lihat adalah peranan ganda yang dijalankan oleh komponen pendidikan. Guru merangkap sebagai karyawan, dan bahkan guru menempati posisi sebagai kepala institusi pendidikan itu sendiri. Efisiensi biaya sering dijadikan alasan penerapan sistem tersebut. Padahal urusan manajemen sangat berbeda dengan urusan belajar-mengajar. Seharusnya manajer pendidikan dipegang oleh orang yang benar-benar ahli dalam manajemen dan tidak berperan sebagai guru pengajar. Hal ini selain karena faktor professionalisme juga agar masing-masing komponen lebih fokus pada bidang yang mereka garap.
Fenomena yang terjadi selama ini adalah promosi seorang guru yang baik menjadi manajer pendidikan tanpa melewati persiapan memadai seperti penyelenggaraan pelatihan dan penyiapan manajer sekolah. Tidaklah heran, banyak guru baik yang lalu menjadi manajer pendidikan yang gagal, karena ia menempati tingkatan inkompetensinya dalam bidang manajerial. Hal ini dibiarkan berlarut-larut, tanpa adanya tindakan dari institusi pendidikan untuk secara serius mencari dan memposisikan seorang manajer sebagai manajer pendidikan di institusi tersebut.
Kerberhasilan penyelenggaraan pendidikan ditentukan oleh tersedianya manajer pendidikan yang handal. Isu ini menjadi lebih relevan mengingat persaingan dalam setiap jenjang dunia pendidikan kita makin intens. Tanpa manajemen dan manajer handal, akan banyak lembaga pendidikan yang gulung tikar karena tidak berhasil
memuaskan para stakeholders.
5. Partisipasi Manajer Bisnis
Dalam membenahi manajemen pendidikan, tidak ada salahnya bagi penyelenggara pendidikan untuk memanfaatkan keterampilan menajerial para manajer bisnis. Fakta di manca negara membuktikan keefektifan pendekatan ini. Karena fungsi manajemen bersifat universal dan keterampilan manajemen dapat ditransfer dari satu bidang ke bidang lain, maka jalan pintas yang dapat diambil yaitu, sambil menyiapkan manajer pendidikan, memanfaatkan tenaga manajer bisnis yang tersedia untuk mengelola pendidikan.
Kita dapat mengambil pelajaran dari pengalaman berbagai sekolah bisnis di Amerika Serikat yang merekrut para manajer bisnis yang ternyata berhasil meningkatkan kinerja sekolah bisnis tersebut. Hal ini selayaknya diuji cobakan pada institusi-institusi pendidikan di tanah air, untuk mencapai kemajuan manajemen
pendidikan.
6. Aliansi Antarsekolah
Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk memajukan institusi pendidikan adalah melakukan aliansi antar institusi pendidikan. Melalui koordinasi asosiasi lembaga pendidikan (seperti MDPK/MPPK), suatu lembaga pendidikan dapat belajar dari good management practice lembaga pendidikan lain. Begitu juga melalui proses
benchmarking, suatu lembaga dapat belajar dari pengalaman lembaga lain.
7. Kebijakan Pemerintah
Selain faktor-faktor internal lembaga pendidikan, faktor eksternal berupa keterlibatan pemerintah dalam pendidikan juga sedikit banyak mempengaruhi manajemen pendidikan di negara tersebut. Misalnya pada manajemen pendidikan sentralistis. Penerapan manajemen pendidikan sentralistis sebagai kebijakan pemerintah ternyata menjadikan proses demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan terutama di daerah, menjadi kurang terdorong dan nilainilai lokal tempat institusi pendidikan kurang terakomodasi dalam pelaksanaan pendidikan.
Isu-isu diatas menjadi PR bagi institusi pendidikan untuk menjadikan pendidikan yang memiliki mutu dan kualitas tinggi. Hal ini memerlukan keterlibatan semua pihak untuk mewujudkannya. Semua stakeholders pendidikan mencakup orang tua, masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah nasional harus turut serta dalam penyelenggaraan aspek-aspek manajemen.
Selain itu perubahan sikap dan tingkah laku semua stakeholder yang semestinya sesuai dengan tuntutan manajemen modern, juga merupakan salah satu tantangan yag harus dihadapi. Karena hal ini memerlukan upaya penyadaran dan sosialisasi terhadap semua stakeholder untuk menerima hal yang baru. Dan yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana memasukkan nilai-nilai lokal kedalam manajemen pendidikan sehingga nantinya pendidikan akan menghasilkan keluaran yang berkomitmen untuk membangun daerahnya bukan keluaran yang malah pergi meninggalkan daerahnya hanya untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya pribadi.
Penutup
Pada dasarnya manajemen pendidikan sangat diperlukan oleh semua pihak yang terkait dengan pendidikan. Tetapi dalam penerapannya ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Ada banyak tantangan dan problematika yang harus ditangani demi terlaksananya manajemen pendidikan. Tantangan tersebut tidak akan bisa diatasi jika hanya ditangani oleh individu sebagai elemen pendidikan, tetapi semua pihak harus bekerja sama bahu membahu untuk menghadapi sekaligus menyelesaikan problematika tersebut agar cita-cita pendidikan bisa direalisasikan sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya.
Referensi
http://www.bpkpenabur.or.id/kps-jkt/berita/200006/artikel3.htm.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0405/14/1102.htm
Fatah, Nanang. 2001. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya.
Penelitian Tindakan Kelas (Part II)
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat
- PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya. Dia menjadi reflektif dan kritis terhadap lakukan.apa yang dia dan muridnya
- PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru tidak lagi sebagai seorang praktis, yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan selama bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi, namun juga sebagai peneniliti di bidangnya.
- Dengan melaksanakan tahapan-tahapan dalam PTK, guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Tindakan yang dilakukan guru semata-mata didasarkan pada masalah aktual dan faktual yang berkembang di kelasnya.
- Pelaksanaan PTK tidak menggangu tugas pokok seorang guru karena dia tidak perlu meninggalkan kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan penelitian yang terintegrasi dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
- Dengan melaksanakan PTK guru menjadi kreatif karena selalu dituntut untuk melakukan upaya-upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi berbagai teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipakainya.
- Penerapan PTK dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara berkesinambungan sehingga meningkatan mutu hasil instruksional; mengembangkan keterampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan efisiensi pengelolaan instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti pada komunitas guru.
- Kritik Refeksi; salah satu langkah di dalam penelitian kualitatif pada umumnya, dan khususnya PTK ialah adanya upaya refleksi terhadap hasil observasi mengenai latar dan kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam PTK yang dimaksud dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi atau penilaian, dan refleksi ini perlu adanya upaya kritik sehingga dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap perubahan-perubahan.
- Kritik Dialektis; dengan adanyan kritik dialektif diharapkan penelitian bersedia melakukan kritik terhadap fenomena yang ditelitinya. Selanjutnya peneliti akan bersedia melakukan pemeriksaan terhadap: (a) konteks hubungan secara menyeluruh yang merupakan satu unit walaupun dapat dipisahkan secara jelas, dan, (b) Struktur kontradiksi internal, -maksudnya di balik unit yang jelas, yang memungkinkan adanya kecenderungan mengalami perubahan meskipun sesuatu yang berada di balik unit tersebut bersifat stabil.
- Kolaboratif; di dalam PTK diperlukan hadirnya suatu kerja sama dengan pihak-pihak lain seperti atasan, sejawat atau kolega, mahasiswa, dan sebagainya. Kesemuanya itu diharapkan dapat dijadikan sumber data atau data sumber. Mengapa demikian? Oleh karena pada hakikatnya kedudukan peneliti dalam PTK merupakan bagian dari situasi dan kondisi dari suatu latar yang ditelitinya. Peneliti tidak hanya sebagai pengamat, tetapi dia juga terlibat langsung dalam suatu proses situasi dan kondisi. Bentuk kerja sama atau kolaborasi di antara para anggota situasi dan kondisi itulah yang menyebabkan suatu proses dapat berlangsung.Kolaborasi dalam kesempatan ini ialah berupa sudut pandang yang disampaikan oleh setiap kolaborator. Selanjutnya, sudut pandang ini dianggap sebagai andil yang sangat penting dalam upaya pemahaman terhadap berbagai permasalahan yang muncul. Untuk itu, peneliti akan bersikap bahwa tidak ada sudut pandang dari seseorang yang dapat digunakan untuk memahami sesuatu masalah secara tuntas dan mampu dibandingkan dengan sudut pandang yang berasal; dari berbagai pihak. Namun demikian memperoleh berbagai pandangan dari pada kolaborator, peneliti tetap sebagai figur yang memiliki ,kewenangan dan tanggung jawab untuk menentukan apakah sudut pandang dari kolaborator dipergunakan atau tidak. Oleh karenanya, sdapat dikatakan bahwa fungsi kolaborator hanyalah sebagai pembantu di dalam PTK ini, bukan sebagai yang begitu menentukan terhadap pelaksaanan dan berhasil tidaknya penelitian.
- Resiko; dengan adanya ciri resiko diharapkan dan dituntut agar peneliti berani mengambil resiko, terutama pada waktu proses penelitian berlangsung. Resiko yang mungkin ada diantaranya (a) melesetnya hipotesis dan (b) adanya tuntutan untuk melakukan suatu transformasi. Selanjutnya, melalui keterlibatan dalam proses penelitian, aksi peneliti kemungkinan akan mengalami perubahan pandangan karena ia menyaksikan sendiri adanya diskusi atau pertentangan dari para kalaborator dan selanjutnya menyebabkan pandangannya berubah.
- Susunan Jamak; pada umumnya penelitian kuantitatif atau tradisional berstruktur tunggal karena ditentukan oleh suara tunggal, penelitinya. Akan tetapi, PTK memiliki struktur jamak karena jelas penelitian ini bersifat dialektis, reflektif, partisipasi atau kolaboratif. Susunan jamak ini berkaitan dengan pandangan bahwa fenomena yang diteliti harus mencakup semua komponen pokok supaya bersifat komprehensif. Suatu contoh, seandainya yang diteliti adalah situasi dan kondisi proses belajar-mengajar, situasinya harus meliputi paling tidak guru, siswa, tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, lulusan atau hasil yang dicapai, dan sebagainya.
- Internalisasi Teori dan Praktik; Menurut pandangan para ahli PTK bahwa antara teori dan praktik bukan merupakan dua dunia yang berlainan. Akan tetapi, keduanya merupakan dua tahap yang berbeda, yang saling bergantung, dan keduanya berfungsi untuk mendukung tranformasi. Pendapat ini berbeda dengan pandangan para ahli penelitian konvesional yang beranggapan bahwa teori dan praktik merupakan dua hal yang terpisah. Keberadaan teori diperuntukkan praktik, begitu pula sebaliknya sehingga keduanya dapat digunakan dan dikembangkan bersama.
- PTK Diagnostik; yang dimaksud dengan PTK diagnostik ialah penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnosia dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas.
- PTK Partisipan; suatu penelitian dikatakan sebagai PTK partisipan ialah apabila orang yang akan melaksanakan penelian harus terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa laporan. Dengan demikian, sejak penencanan panelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencacat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisa data serta berakhir dengan melaporkan hasil panelitiannya. PTK partisipasi dapat juga dilakukan di sekolah seperti halnya contoh pada butir a di atas. Hanya saja, di sini peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-menerus sejak awal sampai berakhir penelitian.
- PTK Empiris; yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukakan apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya proses penelitinya berkenan dengan penyimpanan catatan dan pengumpulan pengalaman penelti dalam pekerjaan sehari-hari.
- PTK Eksperimental; yang dikategorikan sebagai PTK eksperimental ialah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatam belajar-mengajar. Di dalam kaitanya dengan kegitan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan pengajaran.
- Model Kurt Lewin; di depan sudah disebutnya bahwa PTK pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946. konsep inti PTK yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin ialah bahwa dalam satu siklus terdiri dari empat langkah, yaitu: (1) Perencanaan ( planning), (2) aksi atau tindakan (acting), (3) Observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting) (Lewin, 1990). Sementara itu, empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh Kurt Lewin tersebut oleh Ernest T. Stringer dielaborasi lagi menjadi : (1) Perencanaan (planning), (2) Pelaksanaan (implementing), dan (3) Penilaian (evaluating) (Ernest, 1996).
- Model John Elliot; apabila dibandingkan dua model yang sudah diutarakan di atas, yaitu Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini tampak lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, oleh karena di dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu antara 3-5 aksi (tindakan). Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah, yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. Maksud disusunnya secara terinci pada PTK Model John Elliot ini, supaya terdapat kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf di dalam pelaksanan aksi atau proses belajar-mengajar. Selanjutnya, dijelaskan pula olehnya bahwa terincinya setiap aksi atau tindakan sehingga menjadi beberapa langkah oleh karena suatu pelajaran terdiri dari beberapa subpokok bahasan atau materi pelajaran. Di dalam kenyataan praktik di lapangan setiap pokok bahasan biasanya tidak akan dapat diselesaikan dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan dalam beberapa rupa itulah yang menyebabkan John Elliot menyusun model PTK yang berbeda secara skematis dengan kedua model sebelumnya, yaitu seperti dikemukakan berikut ini.
- Identifikasi masalah
- Analisis masalah
- Rumusan masalah
- Rumusan hipotesis tindakan
- Apa yang memprihatinkan dalam proses pembelajaran?
- Mengapa hal itu terjadi dan apa sebabnya?
- Apa yang dapat dilakukan dan bagaimana caranya mengatasi keprihatinan tersebut?
- Bukti-bukti apa saja yang dapat dikumpulkan untuk membantu mencari fakta apa yang terjadi?
- Bagaimana cara mengumpulkan bukti-bukti tersebut?
- Perencanaan Tindakan; berdasarkan pada identifikasi masalah yang dilakukan pada tahap pra PTK, rencana tindakan disusun untuk menguji secara empiris hipotesis tindakan yang ditentukan. Rencana tindakan ini mencakup semua langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK, mulai dari materi/bahan ajar, rencana pengajaran yang mencakup metode/ teknik mengajar, serta teknik atau instrumen observasi/ evaluasi, dipersiapkan dengan matang pada tahap perencanaan ini. Dalam tahap ini perlu juga diperhitungkan segala kendala yang mungkin timbul pada saat tahap implementasi berlangsung. Dengan melakukan antisipasi lebih dari diharapkan pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan.
- Pelaksanaan Tindakan; tahap ini merupakan implementasi ( pelaksanaan) dari semua rencana yang telah dibuat. Tahap ini, yang berlangsung di dalam kelas, adalah realisasi dari segala teori pendidikan dan teknik mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan guru tentu saja mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasilnya diharapkan berupa peningkatan efektifitas keterlibatan kolaborator sekedar untuk membantu si peneliti untuk dapat lebih mempertajam refleksi dan evaluasi yang dia lakukan terhadap apa yang terjadi dikelasnya sendiri. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori pembelajaran yang dikuasai dan relevan.
- Pengamatan Tindakan; kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan pada tahap ini berisi tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang sudah dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil intruksional yang dikumpulkan dengan alat bantu instrumen pengamatan yang dikembangkan oleh peneliti. Pada tahap ini perlu mempertimbangkan penggunaan beberapa jenis instrumen ukur penelitian guna kepentingan triangulasi data. Dalam melaksanakan observasi dan evaluasi, guru tidak harus bekerja sendiri. Dalam tahap observasi ini guru bisa dibantu oleh pengamat dari luar (sejawat atau pakar). Dengan kehadiran orang lain dalam penelitian ini, PTK yang dilaksanakan menjadi bersifat kolaboratif. Hanya saja pengamat luar tidak boleh terlibat terlalu dalam dan mengintervensi terhadap pengambilan keputusan tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Terdapat empat metode observasi, yaitu : observasi terbuka; observasi terfokus; observasi terstruktur dan dan observasi sistematis. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam observasi, diantaranya a) ada perencanaan antara dosen/guru dengan pengamat; (b) fokus observasi harus ditetapkan bersama; (c) dosen/guru dan pengamat membangun kriteria bersama; (d) pengamat memiliki keterampilan mengamati; dan (e) balikan hasil pengamatan diberikan dengan segera. Adapun keterampilan yang harus dimiliki pengamat diantaranya : (a) menghindari kecenderungan untuk membuat penafsiran; (b) adanya keterlibatan keterampilan antar pribadi; (c) merencanakan skedul aktifitas kelas; (d) umpan balik tidak lebih dari 24 jam; (d) catatan harus teliti dan sistemaris
- Refleksi Terhadap Tindakan; tahapan ini merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat saat dilakukan pengamatan. Data yang didapat kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis, dan disintesis. Dalam proses pengkajian data ini dimungkinkan untuk melibatkan orang luar sebagai kolaborator, seperti halnya pada saat observasi. Keterlebatan kolaborator sekedar untuk membantu peneliti untuk dapat lebih tajam melakukan refleksi dan evaluasi. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori instruksional yang dikuasai dan relevan dengan tindakan kelas yang dilaksanakan sebelumnya, menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang mantap dan sahih.Proses refleksi ini memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan PTK. Dengan suatu refleksi yang tajam dan terpecaya akan didapat suatu masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Refleksi yang tidak tajam akan memberikan umpan balik yang misleading dan bias, yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan suatu PTK. Tentu saja kadar ketajaman proses refleksi ini ditentukan oleh kejataman dan keragaman instrumen observasi yang dipakai sebagai upaya triangulasi data. Observasi yang hanya mengunakan satu instrumen saja. Akan menghasilkan data yang miskin.Adapun untuk memudahkan dalam refleksi bisa juga dimunculkan kelebihan dan kekurangan setiap tindakan dan ini dijadikan dasar perencanaan siiklus selanjutnya. Pelaksanaan refleksi diusahakan tidak boleh lebih dari 24 jam artinya begitu selesai observasi langsung diadakan refleksi bersama kolaborator.
Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Formal | Classroom Action Research |
Dilakukan oleh orang lain | Dilakukan oleh guru/dosen |
Sampel harus representatif | Kerepresentatifan sampel tidak diperhatikan |
Instrumen harus valid dan reliabel | Instrumen yang valid dan reliabel tidak diperhatikan |
Menuntut penggunaan analisis statistik | Tidak diperlukan analisis statistik yang rumit |
Mempersyaratkan hipotesis | Tidak selalu menggunakan hipotesis |
Mengembangkan teori | Memperbaiki praktik pembelajaran secara langsung |
- Siapa yang terkena dampak negatifnya?
- Siapa atau apa yang diperkirakan sebagai penyebab masalah itu?
- Masalah apa sebenarnya itu?
- Siapa yang menjadi tujuan perbaikan?
- Apa yang akan dilakukan untuk mengatasi hal itu? (tidak wajib, merupakan hipotesis tindakan).
- Siswa di SLTP-X tidak dapat melihat hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain di sekolah (Ini menjawab pertanyaan 1 dan 3)
- Grup action research percaya bahwa hal ini merupakan hasil dari jadwal mata pelajaran dan cara guru mengajarkan materi tersebut (Ini menjawab pertanyaan 2)
- Kita menginginkan para siswa melihat relevansi kurikulum sekolah, mengapresiasi hubungan antara disiplin-disiplin akademis, dan dapat menerapkan keterampilan yang diperoleh dalam satu mata pelajaran untuk pemecahan masalah dalam mata pelajaran lain (Ini menjawab pertanyaan 4)
- Oleh karena itu kita merencanakan integrasi pembelajaran IPA, matematika, bahasa, dan IPS dalam satuan pelajaran interdisiplin berjudul Masyarakat dan Teknologi (Ini manjawab pertanyaan 5)
- Kesulitan apa yang dialami siswa dalam mentransfer keterampilan dari satu mata pelajaran satu ke mata pelajaran lain?
- Apakah siswa dapat mentrasfer keterampilan lebih mudah antara dua mata pelajaran yang disukai?
- Apa yang menyebabkan siswa menyukai suatu mata pelajaran?
- Apakah ada perbedaan antara prestasi belajar siswa yang belajar dalam kelas mata pelajaran multidisiplin dibandingkan dengan mereka yang dalam kelas mata pelajaran tunggal?
1. Kajian Teori
2. Hipotesis Tindakan
1. Setting Penelitian
2. Perbedaan Mengajar Biasa dengan CAR
3. Tahap Perencanaan
4. Siklus-siklus
- Dalam siklus diuraikan semua proses pembelajaran, sehingga tidak dapat dilihat bagian yang sebenarnya sedang diteliti. Seolah-olah seluruh proses pembelajaran diubah secara total melalui CAR, dan sebelumnya pembelajaran berlangsung secara tradisional, buruk, dan di bawah standar.
- Tidak jelas apakah perlakuan dalam suatu siklus dilakukan secara terus-menerus selama periode tertentu, sampai data pengamatan bersifat jenuh (menunjukkan pola yang menetap) dan diperoleh dari berbagai sumber (triangulasi). Sebagai analogi, jika selama satu minggu suhu badan pasien menunjukkan suhu 37,50 C; 370 C; 370 C; 37,50 C; 37,50 C; 37,50 C; dapatlah disimpulkan bahwa kondisinya telah kembali normal. Itu digabungkan dengan data pengamatan lain selama seminggu juga seperti perilaku, nafsu makan, dan denyut nadi pasien, yang bersifat triangulatif.
- Siklus dilakukan tidak berdasarkan refleksi dari siklus sebelumnya. Ada siklus yang dilakukan secara tendensius: siklus pertama dengan metode ceramah, siklus kedua dengan demonstrasi, dan siklus ketiga dengan eksperimen, hanya ingin menunjukkan bahwa metode eksperimen adalah yang terbaik. Peneliti ini lupa bahwa metode harus disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran. Untuk materi pertama boleh jadi justru metode ceramah yang lebih cocok.
5. Instrumen
1. Siklus-siklus Penelitian
2. Tabel, Diagram, dan Grafik
3. Hasil-hasil yang Otentik
- Kesulitan apa yang dialami siswa dalam mentransfer keterampilan dari satu mata pelajaran satu ke mata pelajaran lain ? Jawaban atas pertanyaan ini bisa diperoleh melalui tes awal dan atau selama proses pembelajaran berlangsung. Walaupun baru berupa daftar kesulitan yang dialami siswa, temuan ini cukup berarti bagi guru-guru lain. Kita sendiri pada saat ini belum bisa membayangkan kesulitan-kesulitan tersebut.
- Apakah siswa dapat mentrasfer keterampilan lebih mudah antara dua mata pelajaran yang disukai ? Jawaban atas pertanyaan ini diperoleh setelah guru menghubungkan berbagai mata pelajaran dalam materi tes awal atau selama pembelajaran berlangsung, misalnya antara fisika dengan biologi, ekonomi dengan sejarah, dan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia.
- Apa yang menyebabkan siswa menyukai suatu mata pelajaran ? Kesimpulan ini dapat diperoleh melalui kuesioner dan atau wawancara pada awal pembelajaran atau selama pembelajaran berlangsung.
- Apakah ada perbedaan antara prestasi belajar siswa yang belajar dalam kelas mata pelajaran multidisiplin dibandingkan dengan mereka yang dalam kelas mata pelajaran tunggal ?Jawaban atas pertanyaan ini diperoleh setelah siswa diberi perlakukan yang berbeda; misalnya satu kelas diberi pelajaran multi disiplin, dan kelas lain diberi pelajaran yang terpisah-pisah, seperti biasanya. Ini tampaknya merupakan fokus dari CAR. Jika ditemukan bahwa mata pelajaran multidisiplin lebih berhasil dalam mengembangkan kemampuan transfer keterampilan antar mata pelajaran, peneliti perlu mengelaborasi bagaimana proses pembelajaran model multidisiplin tersebut berlangsung.
Persyaratan dan Kriteria Karya Tulis Ilmiah Guru
Persyaratan dan Kriteria KTI Guru
- ASLI (Original), karya tulis ilmiah populer yang dihasilkan harus merupakan produk asli guru (penulis) dan sesuai dengan bidang studi/mata pelajaran/mata diklat yang diampu, dan tempat bekerja.
- PENTING DAN BERMANFAAT (Useful), karya tulis ilmiah populer yang dihasilkan guru harus dirasakan manfaatnya secara langsung oleh guru dalam peningkatan kualitas pembelajaran pelatihan sehari-hari.
- ILMIAH (Scientific), karya tulis populer yang dihasilkan guru harus disusun secara ilmiah, sistematis, runtut, dan menggunakan bahasa populer, sesuai persyaratan penulisan karya ilmiah.
- KONSISTEN (Concistency), karya tulis ilmiah populer yang dihasilkan guru harus memperlihatkan keajegan dan konsistensi pemikiran yang utuh, baik secara keseluruhan maupun hubungan antar bab/antar bagian dalam karya tulis yang disajikan.
- Ada “MASALAH” pokok yang dijadikan dasar penulisan, dan masalah tersebut sesuai atau menyangkut kegiatan pembelajaran/pelatihan yang dilaksanakan guru sehari-hari.
- Ada “TEORI ATAU KAJIAN PUSTAKA” yang mendukung upaya pemecahan masalah yang dihadapi.
- Ada “METODOLOGI/STRATEGI” yang dilakukan secara runtut dalam upaya pemecahan masalah yang dihadapi.
- Ada “DATA/FAKTA” yang mendukung pembahasan masalah yang dihadapi.
- Ada “ALTERNATIF PEMECAHAN” yang dikemukakan atau dibahas untuk solusi masalah yang dihadapi.
- Ada “KESIMPULAN DAN REKOMENDASI” yang dikemukakan berdasarkan analisis data terhadap upaya pemecahan maslaah yang dihadapi.
- Ada Referensi atau sumber pustaka pendukung yang disusun secara runtut.
Konsep Dasar Penelitian Pendidikan
- Merumuskan masalah; mengajukan pertanyaan untuk dicari jawabannya. Tanpa adanya masalah tidak akan terjadi penelitian, karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah. Rumusan masalah penelitian pada umumnya diajukan dalam bentuk pertanyaan..
- Mengajukan hipotesis; mengemukakan jawaban sementara (masih bersifat dugaan) atas pertanyaan yang diajukan sebelumnya. Hipotesis penelitian dapat diperoleh dengan mengkaji berbagai teori berkaitan dengan bidang ilmu yang dijadikan dasar dalam perumusan masalah. Peneliti menelusuri berbagai konsep, prinsip, generalisasi dari sejumlah literatur, jurnal dan sumber lain berkaitan dengan masalah yang diteliti. Kajian terhadap teori merupakan dasar dalam merumuskan kerangka berpikir sehingga dapat diajukan hipotesis sebagai alternatif jawaban atas masalah.
- Verifikasi data; mengumpulkan data secara empiris kemudian mengolah dan menganalisis data untuk menguji kebenaran hipotesis. Jenis data yang diperlukan diarahkan oleh makna yang tersirat dalam rumusan hipotesis. Data empiris yang diperlukan adalah data yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis. Dalam hal ini, peneliti harus menentukan jenis data, dari mana data diperoleh, serta teknik untuk memperoleh data. Data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan cara-cara tertentu yang memenuhi kesahihan dan keterandalan sebagai bahan untuk menguji hipotesis.
- Menarik kesimpulan; menentukan jawaban-jawaban definitif atas setiap pertanyaan yang diajukan (menerima atau menolak hipotesis). Hasil uji hipotesis adalah temuan penelitian atau hasil penelitian. Temuan penelitian dibahas dan disintesiskan kemudian disimpulkan. Kesimpulan merupakan adalah jawaban atas rumusan masalah penelitian yang disusun dalam bentuk proposisi atau pernyataan yang telah teruji kebenarannya.
- Rasional: penyelidikan ilmiah adalah sesuatu yang masuk akal dan terjangkau oleh penalaran manusia.
- Empiris: menggunakan cara-cara tertentu yang dapat diamati orang lain dengan menggunakan panca indera manusia.
- Sistematis: menggunakan proses dengan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
- Penelitian bukan sekedar kegiatan mengumpulkan data atau informasi. Misalnya, seorang kepala sekolah bermaksud mengadakan penelitian tentang latar belakang pendidikan orang tua siswa di sekolahnya. Kepala sekolah tersebut belum dapat dikatakan melakukan penelitian tetapi hanya sekedar mengumpulkan data atau informasi saja. Pengumpulan data hanya merupakan salah satu bagian kegiatan dari rangkaian proses penelitian. Langkah berikutnya yang harus dilakukan kepala sekolah agar kegiatan tersebut menjadi penelitian adalah menganalisis data. Data yang telah diperolehnya dapat digunakan misalnya untuk meneliti pengaruh latar belakang pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa.
- Penelitian bukan hanya sekedar memindahkan fakta dari suatu tempat ke tempat lain. Misalnya seorang pengawas telah berhasil mengumpulkan banyak data/infromasi tentang implementasi MBS di sekolah binaanya dan menyusunnya dalam sebuah laporan. Kegiatan yang dilakukan pengawas tersebut bukanlah suatu penelitian. Laporan yang dihasilkannya juga bukan laporan penelitian. Kegiatan dimaksud akan menjadi suatu penelitian ketika pengawas yang bersangkutan melakukan analisis data lebih lanjut sehingga diperoleh suatu kesimpulan. Misalnya: (1) faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi MBS; atau (2) faktor-faktor penghambat implementasi MBS serta upaya mengatasinya.
- Tujuan Eksploratif, penelitian dilaksanakan untuk menemukan sesuatu (ilmu pengetahuan) yang baru dalam bidang tertentu. Ilmu yang diperoleh melalui penelitian betul-betul baru belum pernah diketahui sebelumnya. Misalnya suatu penelitian telah menghasilkan kriteria kepemimpian efektif dalam MBS. Contoh lainnya adalah penelitian yang menghasilkan suatu metode baru pembelajaran matematika yang menyenangkan siswa.
- Tujuan Verifikatif, penelitian dilaksanakan untuk menguji kebenaran dari sesuatu (ilmu pengetahuan) yang telah ada. Data penelitian yang diperoleh digunakan untuk membuktikan adanya keraguan terhadap infromasi atau ilmu pengetahuan tertentu. Misalnya, suatu penelitian dilakukan untuk membuktian adanya pengaruh kecerdasan emosional terhadap gaya kepemimpinan. Contoh lainnya adalah penelitian yang dilakukan untuk menguji efektivitas metode pembelajaran yang telah dikembangkan di luar negeri jika diterapkan di Indonesia.
- Tujuan Pengembangan, penelitian dilaksanakan untuk mengembangkan sesuatu (ilmu pengetahuan) yang telah ada. Penelitian dilakukan untuk mengembangkan atau memperdalam ilmu pegetahuan yang telah ada. Misalnya penelitian tentang implementasi metode inquiry dalam pembelajaran IPS yang sebelumnya telah digunakan dalam pembelajaran IPA. Contoh lainnya adalah penelitian tentang sistem penjaminan mutu (Quality Assurannce) dalam organisasi/satuan pendidikan yang sebelumnya telah berhasil diterpakan dalam organisasi bisnis/perusahaan.
- Urutan kerja atau prosedur apa yang harus dilakukan dalam melaksanakan suatu penelitian?
- Alat-alat (instrumen) apa yang akan digunakan dalam mengukur ataupun dalam mengumpulkan data serta teknik apa yang akan digunakan dalam menganalisis data?
- Bagaimana melaksanakan penelitian tersebut?
- Perumusan masalah. Metode penelitian manapun harus diawali dengan adanya masalah, yakni pengajuan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang jawabannya harus dicari menggunakan data dari lapangan. Pertanyaan masalah mengandung variabel-variabel yang menjadi kajian dalam studi ini. Dalam penelitian deskriptif peneliti dapat menentukan status variabel atau mempelajari hubungan antara variabel.
- Menentukan jenis informasi yang diperlukan. Dalam hal ini peneliti perlu menetapkan informasi apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan atau masalah yang telah dirumuskan. Apakah informasi kuantitatif ataukah kualitatif. Informasi kuantitatif berkenaan dengan data atau informasi dalam bentuk bilangan/angka seperti.
- Menentukan prosedur pengumpulan data. Ada dua unsur penelitian yang diperlukan, yakni instrumen atau alat pengumpul data dan sumber data atau sampel yakni dari mana informasi itu sebaiknya diperoleh. Dalam penelitian ada sejumlah alat pengumpul data antara lain tes, wawancara, observasi, kuesioner, sosiometri. Alat-alat tersebut lazim digunakan dalam penelitian deskriptif. Misalnya untuk memperoleh informasi mengenai langkah-langkah guru mengajar, alat atau instrumen yang tepat digunakan adalah observasi atau pengamatan. Cara lain yang mungkin dipakai adalah wawancara dengan guru mengenai langkah-langkah mengajar. Agar diperoleh sampel yang jelas, permasalahan penelitian harus dirumuskan se-khusus mungkin sehingga memberikan arah yang pasti terhadap instrumen dan sumber data.
- Menentukan prosedur pengolahan informasi atau data. Data dan informasi yang telah diperoleh dengan instrumen yang dipilih dan sumber data atau sampel tertentu masih merupakan informasi atau data kasar. Informasi dan data tersebut perlu diolah agar dapat dijadikan bahan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
- Menarik kesimpulan penelitian. Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, peneliti menyimpulkan hasil penelitian deskriptif dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dan mensintesiskan semua jawaban tersebut dalam satu kesimpulan yang merangkum permasalahan penelitian secara keseluruhan.
- Memanipulasi/merubah secara sistematis keadaan tertentu.
- Mengontrol variabel yaitu mengendalikan kondisi-kondisi penelitian ketika berlangsungnya manipulasi
- Melakukan observasi yaitu mengukur dan mengamati hasil manipulasi.
- Melakukan kajian secara induktif yang berkaitan dengan permasalahan yang hendak dipecahkan
- Mengidentifikasikan permasalahan
- Melakukan studi litelatur yang relevan, mempormulasikan hipotesis penelitian, menentukan definisi operasional dan variabel.
- Membuat rencana penelitian mencakup: identifikasi variabel yang tidak diperlukan, menentukan cara untuk mengontrol variabel, memilih desain eksperimen yang tepat, menentukan populasi dan memilih sampel penelitian, membagi subjek ke dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, membuat instrumen yang sesuai, mengidentifikasi prosedur pengumpulan data dan menentukan hipotesis.
- Melakukan kegiatan eksperimen (memberi perlakukan pada kelompok eksperimen)
- Mengumpulkan data hasil eksperimen
- Mengelompokan dan mendeskripsikan data setiap variabel
- Melakukan analisis data dengan teknik statistika yang sesuai
- Membuat laporan penelitian eksperimen.